Skip to main content

Posts

Sajak Pilu

Penantian telah lama kau tak patrikan coretan jejak baru yang memenuhi labirin-labirin hatiku tidakkah kau lupa kalau aku menunggumu? menanti setiap sayatan yang mengilu. sebab sepi. akhirnya aku kembali memohon padamu dengan sajak-sajak pilu; tiada sisa, arang pun tak sempat jadi abu tancapkan ujung pena itu tepat di dadaku lalu kauteriakkan satu-per-satu untuk membunuhku. jangan dalam sekali kau menusuknya, nanti aku sulit mencabutnya biarkan nafasku tetap mendesah titipkan jeda pada setiap rima yang kaucipta.                                                             Januari 2016

Nusantara Telah Mati

Kala negeri nusantara dirundung sepi Tanah gersang air pun cemar menjadijadi Ubahnya tak pelak berbuat arti sejati Ngelenyeh pun terus menjadi api Pada lubanglubang arteri Tembus pada rongga jasmani diri Entah ada apa dengan negeri ini Orang jahat disayangi Orang baik malah dimusuhi Ke mana jiwa sejati sang negeri Jangan-jangan ia sudah mati Sejak merdeka di hari proklamasi                                                   Juli 2015 *Puisi ini meraih juara IV dalam event lomba puisi yang diadakan oleh penerbit Rumah Kita.

Seperti Debu

hanyalah debu yang rela ditinggal tiada berdaya lagi. hanyalah debu yang rela dicaci-maki tiada harga untuknya. hanyalah debu yang membawa sakit berpeluh kotor dan bau. hanyalah debu yang terus tersapu lalu diterbangkan angin. mungkin kau tak tahu, kalau debu dapat menyucikanmu seperti air yang mengalir di kulit cokelatmu. kini ... hanyalah deru dan debu yang terusir dari getar rasamu ia tak berharga, dan tak pernah dihargai. lalu kau biarkan ia berucap salam terakhirnya. sebab ia kan mati bersama angin yang membawanya pergi dan tak pernah kembali lagi. Gowa, 21-12-15

Maksud Diammu

Kali ini aku merasakan sepi. Sebab sepi yang kurasakan bermuara dari kesalahan kalimat yang kutuliskan pada sebuah pesan. Aku tak mengira. Sebab kesalahan yang sudah berulang kali kusadari dan kuucapkan maaf ternyata tiada guna. Ia masih saja bersikap seperti itu: diam. Bahkan, sampai detik ini telah kuhitung sudah ada sepuluh kalimat yang kukirimkan untuknya. Akan tetapi hasilnya tetap nihil. Tiada respon darinya. Dari sini aku bisa mengambil kesimpulan terhadap sikap diam-nya itu. Pada dasarnya, menurut kamus "cinta" yang pernah kubaca, ketika perempuan diam itu artinya ia butuh pengertian dan butuh perhatian. Tetapi, yang kurang kumengerti dari perempuan yang satu ini adalah cara diam-nya yang tidak biasa. Mungkin saja dia ini sedang mengujiku seberapa kuat "perasaan" berasabarku atas diam-nya itu. Ya. Pikirku masih seperti itu. Hingga akhir. Hingga waktu benar-benar membawa ketenangan sampai ia kembali berbicara. Meskipun jiwaku dilanda kesepian. Tapi, sa

Angan di Alam

desiran air yang menerjunkan hujan menyentuh kulit yang peka atas rangsangan kulihat kupukupu saling pegangan angin dan pepohonan bergelantungan di bawah awan. * kuungkap perasaanku pada pelangi yang seketik muncul selepas hujan bahwa kau terlalu kusayangi untuk kulepaskan begitu saja kenangan bersamamu, senyuman indahmu dan perhatiamu yang rahasia, telah lebih dulu menaruh jiwa di hatiku. lewat puisi. kan kukabarkan perihal satu jawaban yang kaunanti. kalau saja aku tak bisa berada di dekatmu kali ini, jadikan aku pendampingmu di pelaminan nanti.                                                       Parangloe, 17 Januari 2016

Seandainya Kau di Sini

Seandainya kau di sini Akan kubuatkan kau satu puisi Tentang sebuah kisah yang abadi Dalam goresan pena menari Seandainya kau di sini Kan kuperlihatkan satu bukti Yang telah kutulis di saat perih Di saat menusuknya kata yang kau beri Seandainya kau di sini, Ainiy.                                               *                                      : teruntuk Ainiy yang sedang berada di dalam Lab. (Samata)                                                                             Parangloe, 17 Januari 2016

Di Graha Pena, Aku Berdiri

Tulisan ini merupakan apresiasi kepada mereka yang berada di harian FAJAR Makassar, sebab telah memberi inspirasi kepadaku juga kepada masyarakat Indonesia.   Happy Anniversary ke-34, Harian FAJAR. *** Tak seperti biasanya. Entah mengapa, alam bawah sadarku menggerakkan penaku untuk memberi titahnya pada kertas elektronik ini. Hari ini, aku ingin sekali melangkahkan kaki di gedung itu lagi. Gedung tinggi pencakar langit dengan 19 lantai selalu saja menenteramkan hati dan jiwa ketika bertandang kesana. Bersih, canggih, bersahaja dan permai. Kata itulah yang pas untuk suasana di gedung yang bernama "Graha Pena" itu. Tahun 2013 silam, ketika aku baru lulus SMA, saat aku hendak melanjutkan pendidikanku ke salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar. Setiba di Makassar, aku lalu berkeliling melihat gedung-gedung pencakar langit. Ya, aku melihat gedung itu, gedung tinggi, dengan bagian atas runcing. Aku lalu masuk ke gedung itu. Singkat cerita, saking senang da

The Poetic Critique: The First Opus

The Poetic Critique by MgP Sebuah karya pertama, berisi kumpulan puisi-puisi yang ditulis, tulus dari hati. Berisi ungkapan sajak-sajak rindu. Berupa kritikan dan apresiasi yang puitis namun sarat akan pesan. Tak mudah untuk mendapatkan makna disetiap bait kalimat demi kalimat yang disusun rapi dengan urutan akhir huruf yang unik, bersama dalam menata arti sejati. Ini bukan puisi biasa, bagi Anda yang dapat menganalisa secara dalam. Ketahuilah masalah-masalah di Negeri ini, baik yang berhubungan dengan

26 Mei, Hari Dalam Berita

Alhamdulillah, sebuah perguliran perantara merambah pada hati kecilku dalam sebuah pola sikap yang membentuk gerak dimensi di raga ini. Memberikan aktualisasi jiwa yang mengubah kebiasaan terdahulu menjadi sebuah kebiasaan yang mengkristalkan perasaan semangat, dan cinta kerja sehingga cita dapat segera terlaksana dengan kuasa sang ilahi. Ini bukan hari biasa. Sebuah masa yang baru kuukir dalam sehari saja, biasanya hanya ada sajak puisi atau syair bergulir panjang hingga tiga hari. Sedangkan ini, hanya lebih kurang 24 jam saja. Tepat hari selasa, pukul 12.00 wita, disebuah gedung besar bernama auditorium. Aku berdiri mengepakkan sayap, mencoba menganulir makna atas apa yang ku dengar; sebuah pembicaraan politik yang terkesan kotor dan keji namun unik dan menarik untuk dikaji. Ketika ratusan manusia sesaat menanti tamu yang ditunggu-tunggu, akan tetapi tak kunjung menampakkan jemarinya walau hanya sesaat. Ya, dia di undang untuk menghadiri suatu diskusi publik yang membahas mengen

MgP, Menulislah!

Sebuah tulisan ini kubuat setelah membaca sebuah artikel dari salah satu guru (dosen) ku di Kampus. Namanya Hadi Daeng Mapuna, nama penanya Hadi DM. Ia menuliskan sebuah artikel berjudul, Ingin Menjadi Penulis? …Menulislah…!!!. Setelah membaca berbagai hal dalam tulisan itu yang memuat berbagai motivasi untuk menulis, maka segera itu pula tulisan ini muncul demi menjawab tantangan yang diberikan oleh sang dosen itu. Namaku Muhammad Galang Pratama, aku punya nama Pena, yakni MgP. Sebuah nama singkat yang tercipta di tahun 2012 silam, ketika aku masih duduk di kelas XI SMA. Saat itu aku mulai menulis di blog yang aku buat sendiri. Nama blognya, emjipi.blogspot.com. aku menulis resensi, menulis hasil wawancaraku dengan teman-teman kelas, menulis sebuah opini hingga berbagai puisi-puisi, aku tuangkan didalam blog itu. Sampai saat ini, aku masih mengisinya jika ada waktu. Selain menulis di blog, aku juga biasa menulis di media sosial seperti facebook. Didalamnya aku tulis kalimat-kalim

Di Dua Pekan Ini Aku Berjalan

Cerita ini merupakan suatu pesan dari seorang penulis atas kejadian “beda” yang baru Ia rasakan beberapa waktu silam. Hal ini bermula sekira dua-tiga pekan yang lalu. Ketika semangat untuk menulis buku sudah berambisi melewati batas metamorfosis diri yang sebenarnya. Ketika itu, ada banyak inspirasi yang datang tiap hari. Entah dari mana datangnya. Mungkinkah itu datang dari perasaan “lapar” yang terjadi pada tubuh mungil nan kurus ini ?, entahlah, aku tidak tahu. Beberapa hari yang lalu, sampai hari ini pun aku masih merasakannya. Perasaan yang baru hinggap di benakku. Sungguh bulan april meninggalkan diriku yang penuh sejarah dan tanda tanya. Aku berusaha menalarkan, mencari setitik hikmah yang terjadi disetiap laku hidup yang ku alami. Baik dari awal mula perasaanku-puncak perasaan ku-hingga diakhir surutnya perasaanku. Maka, sebelum perasaan itu hilang ditelan masa dan dimakan rayap pelupa, maka kutuliskan perasaan itu pada kerta ini. Hanya untuk mendeskripsikan dengan j

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog