Skip to main content

Posts

Ibu dan Malam

Saya menulis ini bukan karena baru-baru ini masyarakat Indonesia merayakan hari ibu lalu mengucap kalimat itu di depan ibunya sambil menciumi lalu jepret. Berselfie ria. Saya tak akan mungkin melupakan jasa-jasa seorang ibu. Apalagi yang telah ia lakukan baru-baru ini. Tanggal 13-15 Desember 2016 ini, ia datang menjengukku. Saya tidak menyangka, ibu sangat perhatian. Meski harus izin dari mengajarnya demi untuk memenuhi undangan hati anaknya.  Hal yang tidak mungkin saya lupakan kemudian adalah ketika saya menjadi anak yang manja di depannya. Di depan kalimatnya yang membuat mataku berkaca-kaca. Saat hari lahirku 28 November silam, ia mengirimiku pesan singkat:  Selamat ultah anaku tersayang. Sungguh ucapan yang sangat tulus sekali dari seorang Ibu kepada anaknya yang harus ditinggal jauh karena sedang menuntut ilmu. Pun tak dapat kuhabis pikir, ketika ia datang menjengukku, ia melihat pakaian kotorku. Dan malam hari ia mesti bangun. Demi untuk mencucinya hingga pag

Pasipu (Pancasila Puisi)

Lima Dasar Puisi: Nabi Muhammad adalah penulis Puisi Puisi adalah tentang keadilan bagi rakyat Puisi adalah pemersatu umat Puisi dipimpin oleh siapa pun, tak ada yang diwakili apa lagi diwakilkan oleh Puisi Puisi siap mengadili manusia pelanggar keadilan dalam suatu negara Source : s-media-cache-ak0.pinimg.com

Puisi Tidak Penting

Aku tak bisa membuat puisi tanganku karam, hatiku hilang rasa Aku tak mampu berpuisi Sebab tak ada lagi bukti Aku tak akan dapat menulis puisi apalagi mau membacanya Sebab aku bukanlah orang penting yang akan dicari-cari karena puisinya Pun orang orang tak mau peduli sekalipun yang kutulis adalah nama mereka. 2016 Puisi Tidak Penting

Selamat Tinggal

Aku terlahir bukan sebagai manusia yang mudah putus asa. Itulah kalimat yang selalu kulontarkan untuk hati dan pada  jiwa di kala semangatnya redup. Bukan hal yang tak mungkin, seringkali diri kita mengalami "down." Yaitu perasaan berada pada titik terendah. Baik itu kaurasakan lewat pikiran maupun melalui hati. Tak ada yang dapat kulakukan kali ini selain mencoba menyatakannya lewat kata-kata. Karena aku tahu, di situlah letak kekuatanku sesungguhnya. Aku tidak habis pikir, hari-hari yang telah terlewati begitu saja. Cepat. Tanpa ada satu momen yang membuatku lebih berharga atau (mungkin bahasanya yang lebih halus:) dapat lebih berkualitas. Aku menyia-nyiakan waktu, dan kau tahu, menuliskan penyesalan itu tak ada baiknya kecuali kausegera menghapusnya.  Dan berusaha meninggalkan jauh, masa kelam yang dulu dulu. Dan mulai berpikir saat ini untuk bangkit. Karena yakinlah, masa depan adalah hal berharga yang paling pantas tuk diperjuangkan . Masa depan adalah kau,

Tikaman Airmata Langit

Hari ini langit meneteskan airmata Ia datang dengan tergesa-gesa Mengetuk pintu bumi seenaknya. * Seseorang berada di kerumunan hujan Perlahan lenyap ditinggal bayangan Ketika angin kencang mulai datang Payung diterbangkan hingga menghilang Seluruh tumpuan melewati siraman Airmata langit. Seseorang di balik hujan berupaya bangkit Setelah terjatuh di genangan luka masa silam Tak ada lagi yang abadi kini Setelah darah perawan dilumat habis drakula Berwajah manusia. Airmata langit masih menetes satu demi satu Menjatuhi manusia manusia yang bergelimang dosa Hujan di musim ini rupanya panggilan Tuhan Menghapus najis di tubuh perempuan malang Yang hampir bunuh diri di bawah tikaman Airmata langit. November, 2016 *Puisi ini pernah dimuat di Harian Fajar Makassar, 11/12/2016 Foto : Muh. Syakir Fadhli

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog