Skip to main content

Posts

Perihal Engkau

Seperti berita tentang perubahan iklim yang tak menentu, perputaran arah mata angin dan fenomena fenomena geografi yang hari demi hari kian memberi banyak tanya Demikian pula hadirnya engkau, yang selalu menjadi perbincangan di hati akhir akhir ini Aku yang terbiasa sendiri sejak mengarungi lautan, kini harus merasa ramai akan celotehanmu yang tak pernah jera Telingamu selalu hangat menampung kabarku yang terbiasa bergejolak seperti deru ombak Aku membayangkan hidupku seumpama makhluk yang hidup di tengah tengah pulau yang sepi, namun aku masih bisa bertahan dengan segala hal yang datang. Makan, minum dan kebiasaan sehari hari lainnya bebas kujalani tanpa tekanan berlebih. Sebab, satu hal kuyakini hingga kini.. Tuhan pasti telah menyimpan rapat satu rahasia perihal dia yang kelak memenuhi dahagaku. Namun, perihal engkau yang kini hadir Mendengar kisah kasih kita di masa silam kadang membuatmu berekspektasi lebih lalu memunculkan rasa pada labirin hatimu Aku belum ju

Yang Tak Karam

dan di antara jam dinding yang berdenting menunggu waktu adalah harapan terakhir kita kau sepasang lengan hujan aku tanah remuk yang kau caci maki meski badai mengempas dinding kapal di tengah lautan aku tetap bersandar pada janjiku aku siap tenggelam kapan pun kapan pun tenggelam aku siap aku percaya selama aku dalam ingatanmu aku pasti akan tiba diseberang sebab penantian dan jarak tak berarti apa apa dibanding luapan doa doa kecil yang tak terdengar dari sudut hatimu.  Phinisi, 2018 Foto: Muchlis Ardi Putra, Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta (2018)

Resolusi

#Resolusi, katanya Foto: Arsip Pribadi

Teori

Source: Quora Baru saja ketika saya sudah makan siang di sekitaran Jalan HM. Thamrin (dekat Jl. Bontolempangan, Makassar) seorang Ibu Tua beretnis China, mengeluarkan lembaran berjumlah Rp 15.000,- kepada tukang parkir, meski tidak diminta. *** Sebelumnya, saya menyaksikan sendiri dua orang wanita dari keluarga itu (saya lihat dua wanita dan seorang ibu di dalam mobil) turun memesan soto ayam di warung tempatku makan. Mereka rupanya makan siang di atas mobilnya. Tidak butuh waktu lama, sekitar 10 menit, terdengar suara perempuan dari dalam mobil yang sedang ter-parkir di belakangku.        "Mas, ini mangkuknya." Si penjual pun dengan sigap menuju mobil itu lalu menerima bayaran dari beberapa mangkuk soto ayam yang dipesan pembeli. Begitu setelah dibayar, dia memanggil salah seorang bapak tua yang kebetulan berdiri di belakang mobilnya. Lalu sang ibu mengeluarkan dua lembar uang, pecahan Rp 10.000,- dan Rp 5.000,-. Seketika seorang bapak itu menyodorkan tang

Batu Loncatan

Saya menuliskan ini di saat saya sedang berada di kantor. Alhamdulillah setidaknya hari ini ada pekerjaan yang telah ia "pegang" meskipun masih berstatus kontrak. *** 22 tahun bukan usia yang labil. Angka itu sudah masuk dalam kategori dewasa awal. Beragam tanggungjawab telah ditekuninya hingga saat ini. Namun, proses belajar tidak akan pernah selesai. Masih banyak hal yang masih jadi catatan penting untuk diperbaiki. Perlahan namun pasti, passion yang telah lama diimpikannya itu mulai terlihat hari ini, meski masih samar. Hal inilah yang membuat lelaki yang mengulangi hari lahirnya setiap 28 November itu sedikit lega. Semoga saja hari ini menjadi awal buatnya untuk bisa berdiri di tempat yang telah lama diimpikannya. Berjiwa berani dan penuh tanggungjawab yang pada akhirnya akan menunjukkan kemampuannya yang tersembunyi untuk dimanfaatkan oleh lingkungan sekitarnya. Dan pada akhirnya orangtuanya akan berkata: "Nak, sekarang sudah tiba saatnya..."

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog