SEBUAH puisi lahir ketika semesta lambang, galaksi makna dan realitas bertaut. “ Les mots ne sont pos innocences ,”—tak ada kata-kata yang polos—begitu pendakuan filsuf Prancis, Pierre Bourdieu. Selalu saja ada ruang yang tersisa pada kata: tafsir, hasrat, dan juga kuasa. Bahasa, bagi Bourdieu, bukan sekadar instrumen komunikasi dan modal kultural, tapi juga tindak-sosial. Itu sebab, kapasitas bahasa aktor sosial ditentukan oleh habitus linguistiknya. Dr. Mohd. Sabri AR** (Source: Kabarselatan.com) Bahasa selalu diproduksi di dalam habitus dan “pasar linguistik”: sebuah arena tempat dimana wacana tercipta. Mungkin itu sebabnya, Wittgenstein dalam Philosophical Investigations (1953), mengandaikan jika pasar linguistik memiliki language game dan form of life: bahwa setiap bahasa dalam kehidupan yang aneka punya aturan main dan arena yang khas. Senafas dengan Wittgenstein, Bourdieu meletakkan bahasa sebagai sebuah arena, kancah, dan juga pertarungan. Di setia
dapat membantu menerbitkan buku Anda, membuatkan Anda website dan toko online atau jika Anda butuh jasa editing silakan menghubunginya di WA 08114440319