Skip to main content

Posts

Tikaman Airmata Langit

Hari ini langit meneteskan airmata Ia datang dengan tergesa-gesa Mengetuk pintu bumi seenaknya. * Seseorang berada di kerumunan hujan Perlahan lenyap ditinggal bayangan Ketika angin kencang mulai datang Payung diterbangkan hingga menghilang Seluruh tumpuan melewati siraman Airmata langit. Seseorang di balik hujan berupaya bangkit Setelah terjatuh di genangan luka masa silam Tak ada lagi yang abadi kini Setelah darah perawan dilumat habis drakula Berwajah manusia. Airmata langit masih menetes satu demi satu Menjatuhi manusia manusia yang bergelimang dosa Hujan di musim ini rupanya panggilan Tuhan Menghapus najis di tubuh perempuan malang Yang hampir bunuh diri di bawah tikaman Airmata langit. November, 2016 *Puisi ini pernah dimuat di Harian Fajar Makassar, 11/12/2016 Foto : Muh. Syakir Fadhli

Kampus Satu Warna

Saya tak habis pikir mengapa ada kelompok. Ada yang bila, kita mesti memilih kelompok tertentu, karena ada siang ada malam. Kita harus punya satu warna supaya kita bisa kenal mana diri kita dari sekian warna yang ada.  Warna dalam perpolitikan sungguh sangat mengenyampingkan persatuan. Meski pun ada bersatu, tetapi itu mempersatukan golongannya semata, menyatukan satu warna dan membunuh warna lain. Ironisnya, meski tak memiliki kapasitas, tapi karena warna yang sama, maka mereka yang telah punya jabatan politik atau kekuasaan, bisa dengan seenaknya mengambil pemain dari warnanya meski pemain itu masih terlalu muda, alias tak memiliki kredibilitas di bidangnya. Warna di lingkungan kita akan terlihat dengan jelas ketika akan melangsungkan  pemilihan menjadi pemimpin atau ketua. Di bidang apa saja. Termasuk yang akan saya bahas secara ringkas di sini, adalah pemilihan pimpinan atau ketua-ketua di dalam kampus. Saya mengambil contoh di kampus x. Di sana, perpolitikan terlihat

Politik itu Bugil

Media saat ini telah bugil. Memperlihatkan kepada publik ketelanjangan politik. Setiap orang sekarang bisa tahu tentang seni pemerintahan beserta senjata yang dipakai para aktornya. Dan setiap orang pun sampai saat ini baik dari golongan pengusaha sampai ke tukang becak bisa berkata: "Politik itu busuk, kotor, najis." Berbeda dengan beberapa tahun silam, ketika awal tahun 2000-an, saya melihat dan membaca politik tidak begitu diumbar ke publik. Mereka yang di atas aman-aman saja memainkan lakonnya. Entah mereka menyalahgunakan wewenangnya atau tidak, masyarakat tak ambil pikir. Namun, yang terjadi sekarang sebaliknya. Masyarakat kecil seperti penjual ikan dan sayur pun ikut-ikutan berdiskusi terkait pemimpin negara. Bukan cuma diskusi tentang sepakbola, bahkan politik pun dikiranya sudah merasuki pertandingan sepak bola, olahraga yang banyak diminati kalangan banyak itu. Itu tak dipungkiri, bahwa memang benar demikian. Seharusnya pendidikan politik yang bersih dan b

Kecerdasan adalah Kebiasaan

Yang menjadikan kita berevolusi secara cepat adalah apa yang seharusnya kita lakukan saat ini, itu kita lakukan sekarang juga.  Memang pernyataan "penyesalan selalu datang belakangan" terasa klise sekali di telinga kita. Apakah ada kalimat lain selain itu? Itulah kalimat satu satunya yang kita tahu, jika kita hanya berkutat pada bacaan itu itu saja. Tak ada yang berbeda dari sebelumnya. Saya merasakan bagaimana perubahan orang hebat dalam waktu satu tahun. 2015 sampai 2016. Kuamati. Dalam. Di situ saya melihat, bahwa karena orang ini memliki sebuah kebiasaan yang menjadikannya produktif. Apa saja, jika kau mampu melakukan hal yang kau sukai itu secara kontinyu, maka hal itu yang akan membawamu menuju kegemilangan masa yang akan datang. Source : http://www.wallquotes.com/

Dasar Kau

Entah. Saya mendengar, sebuah kisah pilu. Yang membuat perasaan terasa teriris badik. Tajam, tajam sekali. Kulihat darahnya seperti mengucur begitu deras. Deras sekali. Jikalau saja saat itu, aku tahu kau tak pernah suka, maka tak akan kuberikan. Itulah yang membuatku sekarang menjadi selektif dalam memilih. Termasuk dalam memberi. Memberi senyuman dan wajah yang pernah kau injak dan mengumpatnya dengan kata kata keji lagi biadab. Dasar kau! Source : http://cdn.warer.com/

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog