Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2018

Suwanti (yang mati di jembatan kembar)

KATAMU , hujan akan turun malam ini. Deras sekali. "Hingga membikin tubuhmu menggigil kedinginan." *** Alangkah bergetar bulu kudukku, ketika baru saja menutup telepon darimu, hujan turun seketika. Deras.  Sangat deras. Aku mencoba meneleponmu kembali. Kucari namamu di kontak.  S u w a n ti.  Dapat. (tiiiik.. tiiiiik... nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan....) *** Kau hidup di tengah tengah kawasan perdesaan. Jauh dari arus komunikasi dan dunia maya.  Keseharianmu disi dengan menyapa tetangga, membicarakan hal hal yang sebetulnya bisa dipercaya dan sekaligus juga tidak bisa diterima akal sehat. Kau pernah bercerita tentang kisah kucing tanpa ekor yang tengah ramai diperbincangkan di wilayah sekitaran Kallongtala', sebuah daerah yang dihuni sekitar 99 kepala rumah tangga. Daerah yang dikelilingi pohon bidara , sebuah pohon yang dipercaya bagi masyarakat sebagai tumbuhan pengusir makhluk halu

Berani bermimpi selagi ada modal

Mimpi yang jadi kenyataan Baiklah, saya ingin sedikit menuliskan tentang pengalaman saya yang bermula dari mimpi.  Mimpi tak bisa dilarang. Setiap orang berhak atas mimpinya.  Lima tahun lalu saat saya pertama kali masuk di S1, saya mulai mengakrabkan diri dengan tulisan. Mulai dari menulis artikel di media massa hingga menulis sajak singkat di buku catatan harian. Tahun itu menjadi amuk besar emosi saya. Pasalnya saya sangat pusing saat itu untuk mengetahui di bidang apa passion ku berada. Bakatku masih abu-abu kala itu. Dua tahun pun berlalu. Kepenulisan saya mulai berkembang. Hal itu ditandai dengan aktifnya saya menulis, termasuk mengirimkan tulisan ke media massa lokal -dan dimuat-, serta rampungnya buku pertamaku berjudul "The Poetic Critique." Di tahun yang sama saya juga menerbitkan buku "Senandung Rindu" kolaborasi bersama penulis Ainun Jariah, yang kini jadi istriku. Saya bersyukur sebab bisa ditunjukkan bakat ini. Ya, bakat menulis, termasuk mengedi

Begini Sarapan Sehat dan Bergizi ala Energen Extra Baru

SEJAK KECIL saya sangat senang ketika ibu menghidangkan segelas energen hangat di pagi hari sebelum beraktivitas. Saya lebih sering minum rasa cokelat. Meskipun bukan berarti tidak suka dengan rasa lain. Saya juga pernah mencoba rasa vanila dan jahe. Tetapi saya belum coba rasa kacang hijau, rasa jagung dan rasa yang pernah ada. Perpaduan Energen Extra Baru Kombinasi paling asyik bersama energen ini tentu saja makanan ringan yang cukup bergizi. Sejak SD hingga sekarang saya suka menggabungkan energen dengan biskuit. Kadang pula dengan roti. Tapi yang lebih asyik tentu saja bersama biskuit. Karena bisa seketika dicelup ke minuman. Biskuit roma sudah sejak dulu dikenal oleh keluarga Indonesia. Termasuk keluarga saya, tentu saja. Biskuit ini lebih sering dipakai jadi makanan pembuka pada pagi hari atau sore hari menjelang malam. Perpaduan biskuit ini sangat pas dengan 'yang hangat hangat'. Apalagi jika dikonsumsi di pagi hari. Karena kesibukan kerja dan kuliah, m

"Apa Kau Tak Lihat Lampu Itu Hijau?"

"Kenapa masih berhenti? Ayo jalan!" Barangkali itulah kalimat yang dipendam oleh orang orang yang sengaja membunyikan klakson ketika lampu lalu lintas baru saja menyala hijau. Saking terburu burunya, barangkali lagi, ia mengira bahwa pengguna jalan di depan akan tetap singgah berlama lama sambil menunggu lampu merah berikutnya. Apa iya? Haruskah ada orang yang rela diterkam panas matahari atau disergap dingin hujan yang lebih lama di bawah lampu lalu lintas? Apa ada? Semua orang pasti akan melaju, sayang! Masa ada yang mau habiskan permainan mobile legend-nya di 'lampu merah'? Ya manusia, yang punya otaaak. Nah begini saja. Pertama, jangan biasakan menyentuh klakson saat di lampu merah. Kedua, pikirkan, apa ada yang mesti lebih didahulukan dengan segera dibanding "ada kompor yang lupa dimatikan" atau "ada penagih utang yang sudah sejak lama berdiri di depan pintu rumah", ataukah lagi "ada anak gadis yang sudah meronta ront

Guru Favoritku Itu Bernama Ibu Munasiah

Ya, namanya Ibu Munasiah. Guru Biologi SMPku. Inilah guru favorit yang mengajarkanku banyak hal. Mulai dari apresiasi (pentingnya menghargai potensi siswa) hingga memberikan apa yang siswanya butuhkan. Ia dapat mengajar berapa jam pun di kelas, dan tak satu pun siswa yang bosan. Pengalaman bersamanya tak terlupakan meski 10 tahun berlalu. Pernah suatu ketika, waktu itu adalah saat saat sedih di sekolahku itu. Saya harus pindah ke Mamuju, Sulawesi Barat untuk mengikuti ibu yang diangkat jadi guru tenaga kontrak di sana. Singkat cerita, acara perpisahan pun dimulai di sekolahku. Ada Ibu Munasiah yang memandu. Setiap siswa diajak menuliskan di secarik kertasnya sebuah pesan dan kesan tentang saya. Perpisahan pun betul betul terjadi. Dan itu terjadi secara tiba tiba. Sebab tak ada kabar satu minggu atau sebulan sebelumnya kalau saya akan pindah.  Saya bukanlah siswa yang berprestasi saat itu, bukan pula ketua kelas, tapi saya mendapat perlakuan yang luar biasa dari ibu gu

Ketika Temanku Bertanya, "Kenapa Kamu Menikah?"

BARU BARU ini, ketika sedang bersantai di depan sebuah gedung bersama teman teman, kami mendiskusikan masalah pasangan dan jodoh. Saat asyik bercengkerama, tiba tiba salah seorang di antara mereka bertanya kepada saya: "Atas dasar apa kamu menikah? Bagi tipsnya dulue." Seketika kujawab, "Silakan tunggu buku saya tentang pernikahanku." Dia langsung diam, dan melanjutkan belajarnya. ___ Di sini, saya cuma mau bilang begini. Kau tak bisa meminta tips pernikahan yang baik, atau bagaimana cara bisa menikah dan menjalaninya dengan baik kepada setiap orang yang baru menikah. "Setiap orang punya jalan jodohnya sendiri sendiri." Saya tak bisa memberikanmu sebuah motivasi, laiknya saya seorang motivator. Barangkali yang bisa saya berikan adalah kisah yang saya jalani dan lakukan selama ini, dan itu baik kiranya kalau kau membacanya melalui tulisan tulisanku. Bukan lewat ucapanku langsung. Menjadi motivator itu.. Saya tak sanggup menerima

Waktu Cepat Berlalu

YA , sesuai judul tulisan ini. Hari ini, waktu memang terasa begitu cepat berlalu. Tak terasa, senin datang lagi. Dan Minggu berlalu begitu cepat. Sama seperti hari Jum'at. Antara Jum'at yang satu dengan Jum'at berikutnya terasa seperti cuma sehari. "Deh, tidak dirasa waktu, senin mi lagi. Jum'at mi lagi. Deh cepat na waktu." Gumamku kadang di hadapan teman-teman. Dan rupanya, bukan cuma saya yang merasakan. Tapi yang lain pun demikian. Pertanyaannya. Kok bisa? Nah, itu dia.  Baru baru ini, seperti pengalamanku Jum'at kemarin, saya kembali merasakan hal itu. Tepat seusai salat Jum'at.  Hal paling sering yang kulakukan ketika habis Jumat yakni berdiam diri di masjid. Bukan karena ingin berzikir, tapi karena satu hal. Ingin melihat semangat anak anak memperebutkan makanan berupa roti yang dibagi pengurus masjid kepada jemaah. Ini terjadi tiap Jum'at di masjid Nurul Aqsa' Kallongtala', Gowa. Sepulang dari masjid

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog