KATAMU, hujan akan turun malam ini. Deras sekali. "Hingga membikin tubuhmu menggigil kedinginan."
***
Alangkah bergetar bulu kudukku, ketika baru saja menutup telepon darimu, hujan turun seketika. Deras.
Sangat deras.
Aku mencoba meneleponmu kembali. Kucari namamu di kontak.
S u w a n ti.
Dapat.
(tiiiik.. tiiiiik... nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan....)
***
Kau hidup di tengah tengah kawasan perdesaan. Jauh dari arus komunikasi dan dunia maya.
Keseharianmu disi dengan menyapa tetangga, membicarakan hal hal yang sebetulnya bisa dipercaya dan sekaligus juga tidak bisa diterima akal sehat.
Kau pernah bercerita tentang kisah kucing tanpa ekor yang tengah ramai diperbincangkan di wilayah sekitaran Kallongtala', sebuah daerah yang dihuni sekitar 99 kepala rumah tangga. Daerah yang dikelilingi pohon bidara, sebuah pohon yang dipercaya bagi masyarakat sebagai tumbuhan pengusir makhluk halus.
"Kucing tak berekor itu tidak mencuri uang, tapi dia mencuri keperawanan perempuan muda di sini," katamu, "dan dia bisa berubah jadi lelaki berwajah rupawan penuh kharisma, sehingga perempuan mana pun tak akan menolak ketika diajak bersukacita hingga pagi menjelang."
Aku yang mendengar kisah haru itu lantas berpikir dalam hati. Jangan jangan ini adalah....
***
Kau memotong pembicaraanku di telepon. Tiba tiba kau matikan panggilanku ketika aku sedang asyik berbicara mengenai penghasilan dari kerja kerasku bulan ini.
Kembali kuketik nomor teleponmu lalu kutekan 'hubungi lagi'.
(tiik... tiiik...nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan...)
Kau masih belum menjawab. Aku jadi gelisah. Pikiranku seketika kalut dipenuhi tanda tanya. Kau hilang bagai ditelan angin.
Di sebuah jembatan kembar yang tak jauh dari rumah, aku menulis sajak. Satu demi satu ketika sajak itu selesai kutulis, aku lantas membuang kertasnya ke bawah aliran sungai di bawah jembatan itu. Air mataku tak sanggup menahan perih.
Sejak mendengar kabar bahwa kau bunuh diri di jembatan ini, hatiku merasa ingin setiap waktu berada di sini. Berkomunikasi denganmu meski yang bisa kulakukan hanya dengan menulis rangkaian kata kata puitis. Itu kesukaanmu, bukan?
Tiba tiba seseorang yang tidak kukenal datang dari ujung jembatan. Perlahan langkah kakinya mendekatiku. Dari jauh ia terlihat seperti seorang perempuan.
Rambutnya putih dan berkacamata. Ketika sampai di depanku ia lalu membungkuk sambil menunjuk sungai yang tepat berada di bawah kami.
"Nak, 23 tahun silam ada seorang perempuan muda yang melahirkan di sini. Tapi karena ayahnya tidak jelas, maka ia buang bayinya ke bawah jembatan. Aku hanya menolong persalinan perempuan itu, Nak."
"Nenek tahu siapa nama perempuan itu?"
"Su.. Su.. Su..su.. wan.."
***
Sebuah bayangan baru saja melewatiku. Aku yakin orang itu kini berada tepat di belakangku. Nenek tua itu tidak bisa melanjutkan kata katanya, ia seketika bisu dan anehnya nenek itu langsung melompat dari jembatan.
Di akhir kata katanya aku sempat mendengar ia berkata ... ti, sebelum akhirnya suaranya hilang. Aku berbalik arah. Seorang lelaki melangkah cepat menjauhi tubuhku.
Tubuhku seketika tak mampu bergerak. Kepalaku dipenuhi tanda tanya. Antara ingin melanjutkan tidur atau langsung menuju kamar kecil untuk mencuci muka.(*MgP)
______
*Saya tak menyangka pernah menulis cerita pendek ini. Setelah saya temukan, akhirnya saya sunting kembali lalu mempublikasikannya di sini. Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana saya.