Dulu, ketika tulisan saya terbit di kolom "Surat Pembaca Kompas" berjudul Jangan Revisi edisi 31 Maret 2017, sekilas saya membaca isi surat pembaca lain di samping tulisan itu, judulnya Mengungkap "Mark Up". Saat itu saya sama sekali tidak tahu apa arti dari kata "Mark Up", saya pun tak punya rasa penasaran berlebih untuk mencari tahu frasa itu di mesin pencari daring. Akhirnya saya menghiraukannya.
Satu tahun berlalu.
Saya bekerja di sebuah media. Menghadapi orang-orang mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas seperti pemegang jabatan pemerintahan. Mulai kepala desa, kepala dinas, bupati hingga anggota dewan. Saya bukan wartawan, saya hanya bekerja sebagai tukang cari iklan daring (online). Menawarkan ke orang orang agar dirinya bisa dimuat di portal media daring.
Dari sini, saya baru tahu (atas pengalaman kerja yang baru beberapa bulan), arti dan maksud dari "mark up" itu. Akhirnya pikiran saya kembali ke awal tulisan ini. Tentang sebuah ingatan yang pernah terlintas terkait tulisan surat pembaca berjudul Mengungkap Mark Up.
Saya lalu mengambil koran itu, lalu membaca pelan-pelan isi dari perkataan Pandu Syaiful.
Sejenak merenung. Lalu dalam hatiku bersuara,
"Ohh .. ternyata seperti ini yang dimaksud mark up, ya."
Source: http://www.simmssoftware.com |
Sekarang saya baru tahu, bahwa ideologi saya sewaktu jadi mahasiswa S1 dulu hanya sebatas teori. Saya diajar banyak hal yang baik. Dan itu membikinku saat ini menjadi manusia yang serba bingung. Bingung menerjemahkan kelakuan para pemilik kebijakan, yang memegang kendali pemerintahan. Sungguh dunia luar (kerja) ini sangat buas. Tapi jarang sekali didengar dan dirasakan sejak kuliah di kampus. Hampir saja saya tidak siap dengan ini semua.
Saya pernah banyak diajar oleh dosen yang juga praktisi bernama Pak Dahlang. Beliau seorang advokat yang jika ngajar di kelas, hanya mengajari kami satu hal:
"Hati-hati dengan dunia luar, semua yang kita pelajari sekarang, berbanding terbalik dengan yang ada di luar sana," katanya sambil tersenyum memperlihatkan giginya.
Mark Up hanyalah istilah dengan kata lain bermaksud sebagai peningkatan harga/nilai sesuatu.
Contohnya jika sebuah Kantor A membeli barang di toko menggunakan pihak penyediaan barang dana jasa, maka
Nah
Atau menurut Wikipedia, Mark Up memiliki sinonim dengan kata "penggelembungan". Istilah ini digunakan di dalam bisnis yang berarti:
selisih harga jual barang dengan biaya harga barang/jasa.
Cara Menghitung Mark Up
Ada sebuah kalkulator mark up daring yang Anda bisa gunakan untuk menghitung mark up.
Anda bisa mengaksesnya di sini.
Bagaimana cara penggunaan kalkulator mark up?
Contoh sederhana.
Cost: biaya yang semestinya Anda bayarkan atau harga real barang/jasa
Markup: nilai (dalam persen) yang Anda naikkan atau jumlah selisih yang Anda ingin dapatkan
Revenue: nilai harga barang/jasa yang tertulis di dalam invoice/faktur/nota , diisi sebagai pelaporan
Profit: keuntungan yang Anda dapatkan dari hasil mark up.
Kesimpulan
Jika Anda sebagai pihak mewakili kantor A, dibebani biaya sebesar Rp 20.000.000,- oleh pihak lain, maka Anda dapat memita mark up sejumlah persen yang Anda inginkan. Misal Anda meminta 10%. Maka pihak lain tersebut akan menggunakan invoice baru sebagai pengganti invoice asli, untuk menggelembungkan nilai yang sebenarnya. Menulis nilai Rp 22.000.000,- pada invoice untuk diberikan kepada bagian bendahara/bagian keuangan kantor A.
Sehingga setelah kantor A mengeluarkan biaya sebesar Rp 22.000.000,- kepada pihak lain, maka di luar dari kantor, entah di sebuah kafe, warung kopi, hotel atau tempat lain, Anda sebagai oknum / pihak yang mewakili kantor A akan mendapat sejumlah Rp 2.000.000,- dari pihak lain tersebut.
____
Saya mau tanya, disuatu daerah ada perbubnya(peraturan bupati )tentang SHB(standar harga barang). Contoh harga pipa di toko 30 ribu,sedangkan harga pipa tersebut yang tertuang didalam perbub 40 ribu. Terus saya sebagai aparat desa menganggarankan harga pipa sesuai perbub 40ribu. Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan anggaran harga pipa yang 40ribu itu dikatakan mark up? Sampai bisa dipermasalahkan,mohon pencerahan. Terima kasih
ReplyDeleteSaya mencoba menjawab ya Mas Denis Edward
ReplyDeleteMenurut kasus yang Mas paparkan, maka saya jawab itu masuk Mark Up. Alasannya karena nilai harga sudah beda dari harga barang sesungguhnya.
Jika ingin menghindari mark up, maka silakan mencari pipa dengan harga 40 ribu di toko. Jika harga di toko 30 ribu lalu di mana struk/nota dari toko itu sebagai laporan pertanggungjawaban? Sedangkan di sisi lain ada kewajiban menuliskan anggaran harga pipa sebesar 40 ribu (sesuai Perbup). Nah, tentu boleh jadi akan terjadi pemalsuan/penggelembungan harga. Inilah yang disebut mark up sesuai definisinya. Salam.
Saya mau tanya, kalau saya belanja berbagai jenis barang hanya di satu toko/penjual/rekanan tapi dengan harga yang standar, apakah itu termasuk pelanggaran hukum?
ReplyDeleteSaya mau tanya mas..
ReplyDeletesaya kemarin mau jadi agen pulsa, terus disuruh ngisi data.
Seperti nama, no hp, alamat,dan yang terhakhir disuruh ngisi mark up.
Gimana penjelasan nya mas?
Saya mau nanya adakah aturan tentang markup
ReplyDelete