Kali ini aku merasakan sepi. Sebab sepi yang kurasakan bermuara dari kesalahan kalimat yang kutuliskan pada sebuah pesan. Aku tak mengira. Sebab kesalahan yang sudah berulang kali kusadari dan kuucapkan maaf ternyata tiada guna. Ia masih saja bersikap seperti itu: diam.
Bahkan, sampai detik ini telah kuhitung sudah ada sepuluh kalimat yang kukirimkan untuknya. Akan tetapi hasilnya tetap nihil. Tiada respon darinya. Dari sini aku bisa mengambil kesimpulan terhadap sikap diam-nya itu.
Pada dasarnya, menurut kamus "cinta" yang pernah kubaca, ketika perempuan diam itu artinya ia butuh pengertian dan butuh perhatian. Tetapi, yang kurang kumengerti dari perempuan yang satu ini adalah cara diam-nya yang tidak biasa. Mungkin saja dia ini sedang mengujiku seberapa kuat "perasaan" berasabarku atas diam-nya itu.
Ya. Pikirku masih seperti itu. Hingga akhir. Hingga waktu benar-benar membawa ketenangan sampai ia kembali berbicara. Meskipun jiwaku dilanda kesepian. Tapi, satu hal yang kusukuri sebab "kesendirian" ini adalah, aku dan dirinya bisa menyelesaikan sesuatu yang masih terhambat. Ya. Pada diri kita masing-masing pasti memiliki setidaknya satu persoalan yang mesti diselesaikan secara sendiri. Tanpa bantuan dari siapa pun. Sehingga saat-saat seperti ini adalah momen terbaik untuk berdoa dan ikhtiar secara "diam-diam."
Ada kejutan yang kudapatkan dari diamnya itu. Dalam beberapa hari terakhir, semenjak tak ada komunikasi dengannya, aku telah memperbaiki nilai dari kuliahku yang sempat mendapat "error." Itu mungkin sebuah keniscayaan yang tak pernah kuduga. Bahkan jika ini diketahui oleh teman, dosen apalagi oleh orangtuaku, pasti aku akan diserbu oleh ribuan tanya. Sehingga aku mohon, kalian yang membaca ini cukup diam dan teruskan saja membacanya. Sebab semuanya telah kuselesaikan dengan baik.
Hal yang selanjutnya kudapatkan adalah kemarin, sebuah hari yang tak terduga aku dipanggil untuk bekerja sebagai reporter untuk media online kampusku. Tapi belum sempat aku menulis berita untuk portal online itu, kesempatanku untuk meliput suatu pertemuan penting antara anggota DPR RI Komisi VIII bersama birokrat kampusku, harus terhambat. Sebab aku dihadang untuk meliput. Ya, ini juga suatu terpaan batin yang mesti dihadapi dengan sebuah kesabaran.
Kembali tentang diam. Diamnya dia saya rasa sebab tanda cinta. Ya. Ia ingin menjaga agar hubungan ini tetap berjalan dengan baik. Sebab, penting kiranya menjaga diri sebelum sebuah penyatuan benar diikrarkan atau dengan kata lain, serius itu dibuktikan ketika sang laki-laki telah berani mengatakan maksud seriusnya itu kepada orangtua si perempuan. Semoga, harapan itu tak sekadar di angan tapi bagaimana agar harapan sesuai doa yang benar akan dilabuhkan di pelaminan.
Bahkan, sampai detik ini telah kuhitung sudah ada sepuluh kalimat yang kukirimkan untuknya. Akan tetapi hasilnya tetap nihil. Tiada respon darinya. Dari sini aku bisa mengambil kesimpulan terhadap sikap diam-nya itu.
Pada dasarnya, menurut kamus "cinta" yang pernah kubaca, ketika perempuan diam itu artinya ia butuh pengertian dan butuh perhatian. Tetapi, yang kurang kumengerti dari perempuan yang satu ini adalah cara diam-nya yang tidak biasa. Mungkin saja dia ini sedang mengujiku seberapa kuat "perasaan" berasabarku atas diam-nya itu.
Ya. Pikirku masih seperti itu. Hingga akhir. Hingga waktu benar-benar membawa ketenangan sampai ia kembali berbicara. Meskipun jiwaku dilanda kesepian. Tapi, satu hal yang kusukuri sebab "kesendirian" ini adalah, aku dan dirinya bisa menyelesaikan sesuatu yang masih terhambat. Ya. Pada diri kita masing-masing pasti memiliki setidaknya satu persoalan yang mesti diselesaikan secara sendiri. Tanpa bantuan dari siapa pun. Sehingga saat-saat seperti ini adalah momen terbaik untuk berdoa dan ikhtiar secara "diam-diam."
Ada kejutan yang kudapatkan dari diamnya itu. Dalam beberapa hari terakhir, semenjak tak ada komunikasi dengannya, aku telah memperbaiki nilai dari kuliahku yang sempat mendapat "error." Itu mungkin sebuah keniscayaan yang tak pernah kuduga. Bahkan jika ini diketahui oleh teman, dosen apalagi oleh orangtuaku, pasti aku akan diserbu oleh ribuan tanya. Sehingga aku mohon, kalian yang membaca ini cukup diam dan teruskan saja membacanya. Sebab semuanya telah kuselesaikan dengan baik.
Hal yang selanjutnya kudapatkan adalah kemarin, sebuah hari yang tak terduga aku dipanggil untuk bekerja sebagai reporter untuk media online kampusku. Tapi belum sempat aku menulis berita untuk portal online itu, kesempatanku untuk meliput suatu pertemuan penting antara anggota DPR RI Komisi VIII bersama birokrat kampusku, harus terhambat. Sebab aku dihadang untuk meliput. Ya, ini juga suatu terpaan batin yang mesti dihadapi dengan sebuah kesabaran.
Kembali tentang diam. Diamnya dia saya rasa sebab tanda cinta. Ya. Ia ingin menjaga agar hubungan ini tetap berjalan dengan baik. Sebab, penting kiranya menjaga diri sebelum sebuah penyatuan benar diikrarkan atau dengan kata lain, serius itu dibuktikan ketika sang laki-laki telah berani mengatakan maksud seriusnya itu kepada orangtua si perempuan. Semoga, harapan itu tak sekadar di angan tapi bagaimana agar harapan sesuai doa yang benar akan dilabuhkan di pelaminan.
Comments
Post a Comment