DUA PULUH TIGA tahun silam, telah lahir seorang bayi bernama Muhammad Galang Pratama. Nama itu merupakan pemberian dari ayahnya. Ketika sang ibu tengah berjuang melahirkan Galang, ayahnya masih berada di lokasi KKN. (Ini cerita Ibu, versi kakek Galang, awalnya ia diberi nama Muhammad Isra)
Arsip Bapak yang Terselip di Lemari Tua |
Tempat KKN Bapak berada di Kecamatan Galang. Di sebuah desa di Kabupaten Toli toli, Sulawesi Tengah. Itulah sebab namanya hingga kini, Galang. Yang berarti nama sebuah kampung di tempat ayahnya melaksanakan tugas pengabdian kepada masyarakat.
Sewaktu berada di Mamuju 2014 silam, Galang sempat menanyakan asal muasal pemberian namanya. Sontak ayahnya heran. Galang yang kala itu sedang dibonceng oleh ayahnya mendengar dengan terang perkataan ayahnya.
(Dalam hati Galang berbisik, semoga suatu saat ia bisa mewujudkan impian orang tuanya itu).
"Kamu diberi nama Galang, karena saya dulu punya mimpi waktu masih muda mau mendirikan perusahaan dengan nama PT. Galang."
"Terus, Pak?"
"Tapi sayangnya, mimpi itu tidak pernah jadi kenyataan."
(Dalam hati Galang berbisik, semoga suatu saat ia bisa mewujudkan impian orang tuanya itu).
"Saya dulu mau jadi ahli ekonomi, makanya saya ambil (jurusan) ekonomi pembangunan. Tapi ternyata salah. Harusnya bukan ekonomi pembangunan."
Ya, ayahnya yang pada saat itu sangat terobsesi untuk menjadi ekonom, akhirnya tak kesampaian melihat kompetensi yang dirasanya tak sejalan. Melihat pada saat itu, ada sebuah perusahaan besar, maka ia pun ingin mendirikan yang seperti itu.
Galang pun akhirnya sedikit paham, selain karena ia dilahirkan di Kecamatan Galang, nama "Galang" juga merupakan harapan terbesar seorang ayah untuk mewujudkan impian memiliki sebuah perusahaan besar.
Galang kecil, tumbuh di sebuah kos tempat orangtuanya tinggal. Tepat di depan SMAN 5 Palu. Menurut cerita yang ia dengar dari ibunya, bahwa Galang kecil seringkali diasuh oleh teman sang ibu.
Selain itu, Galang kecil pernah dirawat oleh sang nenek, ketika Galang dipulangkan ke kampung orangtuanya di Kabupaten Gowa, Sulawesi selatan. Di Gowa inilah Galang bersekolah mulai SD, hingga SMP.
Karena tekanan pekerjaan dari Ibu yang harus pindah dari Gowa ke Mamuju (Sulawesi Barat), maka salah satu dari anak anaknya harus ikut lebih dulu ke Mamuju. Dan tepat 2008, Galang pun berpindah tempat tinggal.
Awalnya ia tinggal di sebuah kos kosan di sekitar jalan Soekarno Hatta, Mamuju, bersama ibunya. Jelang beberapa bulan, satu per satu adiknya ikut hijrah ke Mamuju, begitu pun sang ayah. Ayah harus merelakan pekerjaannya di pasar Sungguminasa Gowa sebagai penjual buah buahan musiman, dan setiba di Mamuju harus mulai dari nol lagi. Padahal ayahnya sudah mulai berjualan kurang lebih 10 tahun lamanya.
Ayah yakin, bahwa suatu saat Ibu bisa menjadi PNS.
Ibu sudah lama bekerja sebagai tenaga honour di Gowa. Bahkan setelah lulus dari FKIP UNTAD ibu langsung mengajar di sebuah sekolah di Gowa. Bahkan ibu telah mengajar di beberapa tempat di Gowa, selama kurang lebih 10 tahun. Gaji ibu hanya 300 ribu rupiah per bulan, itu pun akan cair setelah tiga bulan.
Hidup di Mamuju, sungguh tak mudah. Selain harga bahan pokok yang lumayan tinggi (setidaknya lebih tinggi pada saat di Gowa, sebagai permisalan harga permen di Gowa yakni Rp 500,- bisa dapat lima biji, di Mamuju uang Rp 500,- itu hanya dapat tiga biji permen saja). Sontak Galang kaget dibuat harga permen kala itu.
Tapi, karena biaya hidup yang tinggi, para pekerja di Mamuju juga mendapat penghasilan yang di atas jika dibandingkan di Gowa. Galang membandingkan Gowa dan Mamuju, sebagai dua Kota perwakilan di antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Dua Kota itu menjadi tempat yang membesarkan Galang selama beberapa tahun.
Galang tinggal di Mamuju selama lima tahun, kemudian meninggalkan kota "Malaqbi" itu pada tahun 2013 untuk sebuah tujuan.
Kuliah.
2013 hingga 2018 ini, Galang kembali tinggal di Gowa, di rumah orang tuanya yang dulu. Sekarang Galang tinggal bersama seorang istri yang cantik bernama Ainun Jariah (Seorang Guru yang sedang belajar main gitar dan naik motor matic), dan adik Galang yang masih duduk di bangku kuliah semester lima.
Ayah dan Ibu Galang tinggal dan menetap di Mamuju, bersama dua adik Galang, masing masing, Agung (Kelas 1 SMP) dan Nurfadillah (Kelas 1 SD).
Alhamdulillah, selama di Mamuju, ada ada saja rejeki buat keluarga ini. Mulai dari resmi terangkatnya Ibu jadi ASN pada 2011 dan diterimanya ayah jadi fasilitator keuangan kabupaten Mamuju di PNPM GSC. Meski Bapak sudah beberapa kali pindah tugas (pernah sebagai fasilitator masyarakat di Program Bangun Mandar, di Polewali, hingga sekarang menetap di Mamuju mengurusi tugas sebagai tenaga kontrak di program generasi sehat cerdas [gsc]).
Tak seperti Galang yang lebih hobi menulis dibanding kerja di kebun, di Mamuju ayahnya juga mendirikan sebuah usaha bibit tanaman Aglaonema. Hingga hari ini, usaha yang dijalaninya setiap akhir pekan itu, membuat tanaman aglaonemanya diminati hingga di seluruh kota di Indonesia. Silakan mengeceknya di sini.
Galang yang kini berusia 23 tahun punya harapan sederhana. Ke depan, dengan usaha yang sedang ia rintis bersama istrinya, sebuah penerbitan dan percetakan buku, bisa menghasilkan manfaat sendiri buat orang orang di sekitarnya. Berharap bisa membeli alat cetak sendiri yang sanggup menopang produksi perbukuan di daerah Sulawesi selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Apa harapan Anda buat Galang?
Berikan komentarmu di sini, menurutmu Galang itu bagaimana, seperti apa? Berikan nasihat dan saran untuk kemajuannya di masa mendatang. Bisa mengirimkannya secara personal melalui tautan Whatsapp berikut ini.
Sukses kak, keren ceritanya sangat inspiratif. semoga percetakannya bisa di gowa saja supaya tidak terlalu lama menunggu klau harus di kirim lagi dari jawa hehhee.. Salam untuk kak ainun..
ReplyDeleteBaru baca komennya Ina. Makasih ya.
DeleteDepan SMA 5 jl. Dewi Sartika yah ??klo benar tetanggan kita dulu
ReplyDelete