Ada seorang anak, yang bukan anak anak lagi. Ia hidup di zaman yang serba cepat. Internet ia telah kuasai. Seluruh media sosial ia mainkan. Sehari hari, ketika baru bangun di pagi hari, ia seketika membaca berita lewat dunia maya. Dan kembali tidur di malam hari dengan gawai yang masih menyala di tangannya.
Sebelum tidur ia tak lupa menyebarkan berita berita #viral yang ia temui di linimasa media sosialnya. Karena merasa berita itu sedang hangat, maka dari itu ia berpikir dengan ikut menyebarkannya, dan ia merasa telah berkontribusi sekaligus memberikan apresiasi untuk dirinya yang begitu amat peduli.
Tapi, apakah itu benar?
Haruskah setiap yang kita baca, dengar dan juga disebarkan oleh banyak orang, seketika kita mesti ikut menyebarkannya?
Tak perlukah kita memahami literasi digital? Literasi media?
Jangan jangan yang kita sebar, sebetulnya hanya berita palsu? Nah!
Maka berhati hatilah menyebarkan berita yang belum kita tahu kebenaran mutlaknya. Apalagi kita hanya ikut ikutan menyebarkannya. Lebih alay lagi ketika ada orang yang rela mengganti foto profil dengan berita itu.
Pernah, ada teman FB saya. Orangnya lumayan pandai. Ia seorang yang aktif di organisasi (pernah menjadi ketua di beberapa organisasi sosial, dll). Saat ia mendapat berita viral tentang Ratna Sarumpaet. Seketika itu pula, ia memasang status di akun FB-nya.
Dengan beribu macam bahasa yang sengaja dibumbu bumbui, maka jadilah statusnya. Ia merasa senang dan tenang, mendapat like, juga komen dari beberapa teman FB yang merasa sehati dengan dirinya.
Tak lama berselang, ada info jika Ratna Sarumpaet ternyata bohong pada publik.
Maka, beberapa orang, termasuk teman FB yang saya ceritakan di atas, seketika menulis di dinding FB-nya. Apa yang dia tulis?
Permohonan maaf, telah ikut menyebarkan hoaks.
Ternyata hoaks bisa menyentuh semua pihak. Pun termasuk penyebarnya - orang orang cerdas dan kaum terpelajar.
Nah, terus kalau begitu bagaimana kita menghindarinya?
Saya dan Ainun Jariah, baru saja menerbitkan buku. Buku ini merupakan tulisan berbentuk esai kami berdua. Yang mana tema sentralnya membahas tentang Literasi dan Hoaks. Bagaimana hoaks bisa dengan mudah tersebar, dan menuliskan solusi agar kita bisa terhindar dari hoaks.
Silakan nantikan.
Oh iya, ada yang tahu mengapa saya menggunakan kata "hoaks" bukan "hoax"?
Sila jawab di kolom komentar.
Sebelum tidur ia tak lupa menyebarkan berita berita #viral yang ia temui di linimasa media sosialnya. Karena merasa berita itu sedang hangat, maka dari itu ia berpikir dengan ikut menyebarkannya, dan ia merasa telah berkontribusi sekaligus memberikan apresiasi untuk dirinya yang begitu amat peduli.
Tapi, apakah itu benar?
Haruskah setiap yang kita baca, dengar dan juga disebarkan oleh banyak orang, seketika kita mesti ikut menyebarkannya?
Tak perlukah kita memahami literasi digital? Literasi media?
Jangan jangan yang kita sebar, sebetulnya hanya berita palsu? Nah!
Maka berhati hatilah menyebarkan berita yang belum kita tahu kebenaran mutlaknya. Apalagi kita hanya ikut ikutan menyebarkannya. Lebih alay lagi ketika ada orang yang rela mengganti foto profil dengan berita itu.
Pernah, ada teman FB saya. Orangnya lumayan pandai. Ia seorang yang aktif di organisasi (pernah menjadi ketua di beberapa organisasi sosial, dll). Saat ia mendapat berita viral tentang Ratna Sarumpaet. Seketika itu pula, ia memasang status di akun FB-nya.
Dengan beribu macam bahasa yang sengaja dibumbu bumbui, maka jadilah statusnya. Ia merasa senang dan tenang, mendapat like, juga komen dari beberapa teman FB yang merasa sehati dengan dirinya.
Tak lama berselang, ada info jika Ratna Sarumpaet ternyata bohong pada publik.
Maka, beberapa orang, termasuk teman FB yang saya ceritakan di atas, seketika menulis di dinding FB-nya. Apa yang dia tulis?
Permohonan maaf, telah ikut menyebarkan hoaks.
Ternyata hoaks bisa menyentuh semua pihak. Pun termasuk penyebarnya - orang orang cerdas dan kaum terpelajar.
Nah, terus kalau begitu bagaimana kita menghindarinya?
Saya dan Ainun Jariah, baru saja menerbitkan buku. Buku ini merupakan tulisan berbentuk esai kami berdua. Yang mana tema sentralnya membahas tentang Literasi dan Hoaks. Bagaimana hoaks bisa dengan mudah tersebar, dan menuliskan solusi agar kita bisa terhindar dari hoaks.
Silakan nantikan.
Oh iya, ada yang tahu mengapa saya menggunakan kata "hoaks" bukan "hoax"?
Sila jawab di kolom komentar.
hoaks adalah serapan dari hoax. lema ini sudah masuk kamus besar bahasa indonesia. bukan begitu, kakak?
ReplyDeletebtw, saya ikut pesan dong bukunya kalau sudah terbit.
Iye kakak..
DeleteMakasih kak, kami catat pesanan ta. Setelah buku dicetak akan dikirimi.
Permisi kak @lelakibugis.net, buku Literasi, Hoaks dan sejumlah esai lainnya sudah terbit. Tolong dikirimi alamatnya ya.
DeleteKe: http://www.bit.ly/pesanbukuliterasihoaks...
Makanya saya oaling hati2 sekali dalam urusanenyebar berita, apalgia yang lagi viral Karena perihal hoaks ini tanggung jawabnya jugajuga h dipikul di akhirat. Jadi cek dulu sebelum share.
ReplyDeletekenapa banyak typo gini yaa, auto texting ini. Mohon maaf ya. Intinya saya sangat hati2 kalau mau share atau ikut re-share info dan berita.
Deletebijak di dunia nyata, harus bijak pula di dunia maya.. apalagi saat ini informasi mudah sekali tersebar.. jangan mudah percaya, jangan pula terlalu mudah menyebarkan berita yg belum tentu jelas kebenarannya..
ReplyDeleteBener kak prim, tapi malah banyak yang terbalik bahkan dunia maya dijasikan dunia nyata. Meski memang sekarang dunia my menjadi sarana penyebaran informasi tercepat, tapi kita tetap harus sadar di dunia nyata
DeleteSaya termasuk orang paling susah walaupun hanya untuk share berita-berita apapun itu. Bukan juga karena takut salah tapi saya lebih memilih untuk memposting tulisanku sendiri. Hahahahaha
ReplyDeletehoaks rasanya memang semakin cepat menyebar, apalagi dgn keberadaan media sosial dan aplikasi pesan di smartphone,
ReplyDeleteYup, sekalipun itu berita viral tetap kita harus2 hati ya, perlu kroscek dulu sebelum menyebarkannya karena bisa jadi yang kita sebar itu hoaks dan saya termasuk orang yang pernah khilaf ikutikutan menyebar berita yang ternyata hoaks.
ReplyDeleteHoax (bahasa inggris) sedangkan hoaks dalam bahasa indonesia
Tidak dapat dipungkiri bahwa berita yang bersifat hoax lebih cepat tersebar daripada yang bukan hoax.
ReplyDeleteDan entah kenapa kebiasan repost atau reshare lebih gampang dilakukan tanpa menelusuri terlebih dahulu kebenaran berita ��
Kirain tadi judul buku, hoaks n literasi. Tapi memang dengan meningkatkan budaya literasi, hoax bisa ditangkal itu.
ReplyDeleteBijak bermedia sosial, tahan jempol sebelum cek dan ricek, saring sebelum sharing. Beberapa pernyataan yang sering sekali didengungkan belakangan ini, karena hoax banyak sekali merajalela
ReplyDeleteKenapa yah? Apa Hoaks dan Hoax itu ada perbedaan kah kak?. Iyanih Hoaks sekarang merajalela dan parah sih��
ReplyDeleteHanya berpedaan bahasa, Raya. Masih banyak yang menyebut hoax padahal mestinya hoaks. Sesuai kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
DeleteSelamat atas terbitnya bukunya, anakku.
ReplyDeletesaya pernah ikut kelas siberkreasi tahun lalu
ReplyDeletesemoga tahun ini ada lagi
kita di himbau banget tentang saring sebelum sharing ke internet
Thanks for share, artikelnya menarik..
ReplyDeleteTerima kasih. Semoga senang dengan artikelnya.
Delete