Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Apresiasi

Rumah Kertas: Kritik Sastra dan Takdir Sebuah Buku

Foto : Internet AKU membaca buku ini, berkali-kali. Sama persis dengan ungkapan dari Critiques Libres pada sampul belakang buku ini: “Kisah tak terlupakan tentang dunia sastra, perpustakaan, dan kecintaan akan buku. Sebuah novel untuk dibaca ulang berkali-kali.” “Buku mengubah takdir hidup orang-orang.” (hlm. 1) Novel Rumah Kertas ini terbilang sedikit buku yang mempercakapkan tentang buku-buku yang ada di dunia. Tak banyak novel-novel yang di dalamnya terkandung ironi tentang buku: mati akibat buku dan buku mengubah takdir pembacanya. Saya membaca buku ini bukan hanya sekali. Ya, berkali-kali. Meski seberapa sering kuulangi bacaanku, maka saya tetap menemui kegeraman dalam membaca setiap tokoh yang ditulis di dalam buku setipis 76 halaman ini. Buku ini memulai kisahnya dengan cerita seorang dosen bernama Bluma Lennon yang harus mati karena membaca buku puisi karya Emily Dickinson atau murni mati ditabrak mobil. Sebuah ironi yang mempertemukan real

Kejutan yang Tertunda

Saya pantang tidur sebelum menulis, sama seperti pantang ke kampus sebelum rampung membaca dan/atau (sambil) menulis. Hari ini, adalah momen penting bagi diri saya. Dan saya mesti mengabadikannya lewat tulisan. Jika orang-orang sering mengabadikan harinya dengan foto atau sekadar selfie-selfie, maka saya lebih baik menulis, menulis dan menulis (seperti yang saya lakukan saat ini). Dengan lincah, memainkan jemari di atas tuts keyboard laptop.  *** Setelah menyelesaikan pekerjaan pagi, saya kemudian membaca koran lalu tak lama kemudian berangkat ke kampus. Kuliah. Saya terlambat. Lagi dan lagi. Akibatnya matakuliah pertama dari dosen yang baik hati, namanya Pak Dr Salam Siku, harus saya tinggalkan. Lalu melangkah ke matakuliah selanjutnya. Setelah itu, di siang hari saya mengisi acara di sekolah menulis di masjid kampus. Yang menghabiskan waktu saya hingga pukup 4 sore lewat. Kemudian, kulanjutkan kembali perjalanan menuju tempat yang di sana saya menemukan kehampaan dan me

Impian Jadi Kenyataan

Saya sekarang percaya bahwa mimpi yang dituliskan, akan jadi kenyataan. Dulu saya menulis di akun  medium.com  saya, terkait apa yang ingin saya lakukan di hari ini, bulan November 2016. Saya menuliskan catatan itu pada September 2015 lalu. Dan akhirnya sekarang saya yakin, bahwa apa yang dituliskan akan jadi kenyataan. Dan itu nyata pada hari ini. Screenshoot dari medium.com/@mgalangpratama Saat itu saya menulis seperti ini: Aku yakin, tepat pada pertengahan November 2016 mendatang (sebelum usiaku mencapai 21 tahun pada 28 November), aku akan “mengeluarkan” isi otakku ke depan mata manusia lain. Aku berusaha untuk meyakinkannya. Aku akan berkata seolah olah apa yang saya katakan, terlebih dulu telah kubuktikan pada diriku, sebelumnya. Dan hal itu terbuktikan, saya akhirnya dipercayakan untuk membawakan materi berjudul Quantum Reading and Writing di hadapan puluhan peserta sekolah menulis yang diadakan di kampus. Hal itu yang membuat saya kemudian berpikir bahwa sesuatu ya

Sadjak Soempah Pemuda

Source: upload.wikimedia.org Soempah Pemuda Berisi pernjataan bahwa pemuda penggerak bangsa, agen pemersatoe, dan pewudjud cita-cita bangsa berisi sikap tuk rela berkorban rela menggali nilai loehoer rela mempertahankan bahasa jangan sampai anak muda masa kini; bikin negara baroe bikin bahasa persatuan baroe bikin budaya baroe jang tak pernah dicontohkan oleh leloehoer bangsa Indonesia! anak muda doeloe, berada di depan masjarakat bukan di depan laptop anak muda doeloe, berada di depan boekoe bukan di depan gadget anak muda doeloe banjak diskoesi, banjak pula berbuat aksi njata boekan banjak berkoar di depan media sosial. sedjak 1928, hingga kini 2016, anak muda bangsa harus bangkit semangat positif, disaloerkan pada ranah positif pula tulus berkorban demi bangsa Indonesia jang dikagumi, dihormati dan dihargai! karena Indonesia, Harga Mati. Soempah Pemuda: 1. Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia 2. Kami po

Skenario Tuhan

Saat formulasi kata terurai dalam bingkisan kisah Yang terbalut kertas kusam berwarna merah Ada skenario rahasia yang sengaja dicipta Lewat tokoh nyata diantara Tuhan, dia dan kita Inginkah hati mengejewantahkan cerita Sekiranya ada cinta yang membawa derita ? Yakinlah itu hanya sebuah dinamika kisah nyata Telah termuat dalam kitab dan skenario-Nya Yang telah dimulai oleh Adam dan Hawa sejak dahulu kala Gowa, 19 September 2015 source : www[dot]mynewhitmanwriters[dot]com

Benteng Ujung Pandang

Empat abad berdiri kokoh di tanah Gowa Megah dengan tembok batu padas raksasa Sebagai markas pertahanan daerah Menjaga mahkota ‘emas’ sang raja Agar tak beralih ke tangan penjajah. Benteng eksotis menyimpan bukti sejarah Perlawanan kerajaan Gowa-Tallo dahulu kala Benteng berbentuk penyu raksasa Kuat di darat juara di laut, filosofinya. Empat kaki mencengkeram tanah Dengan kepala menghadap muara Tampak jelas formulasi berganda Siaga melahap penjajah sumber daya. Benteng Penyu, benteng Ujung Pandang Masih kekar berdiri hingga sekarang Menjadi situs peninggalan para pahlawan Bagi generasi muda dan kaum pendatang. Lantangkan namamu, bahwa kau  benteng Ujung Pandang Bukan Fort Rotterdam.  Sebab Nederland, sudang lama berpulang. Makassar, 13 Juli 2015 Source abstract[dot]desktopnexus[dot]com

Jurusanmu adalah Takdirmu

KADANGKALA takdir juga ditentukan di mana (jurusan) kita lulus. Walau harapan awal tak sepenuhnya berada pada pilihan itu. Ini membuktikan, sepertinya ada "tangan" lain yang berperan penting. Urusan pendidikan di perguruan tinggi, akan membawa dampak dengan derajat manusianya jadi lebih tinggi (disegani di hadapan orang sekitarnya dan di hadapan Tuhannya. Tidak termasuklah bagian mereka yang disegani karena memeroleh jabatan tinggi-itu segan yang palsu). Ini tergantung pada manusianya: Berapa banyak buku yang ia "baca" dengan penuh konsentrasi dan ia mampu me"nulis"kannya. Saya pikir demikian. * Saya pernah merasakan saat pengumuman tiba, namaku dinyatakan: "Maaf, Anda tidak lulus." Saya pikir selain karena kesalahan penempatan jurusan, juga karena doanya orang-orang yang dekat denganku hari ini. Upaya terbaik-setidaknya menurut saya-adalah dengan selalu menulis apa pun yang kita rasakan. Entah itu karena lulus atau pun belum lulus. * Se

Kiriman Gambar Buku The Poetic Critique dari Jakarta

Kumpulan Puisi M. Galang Pratama, The Poetic Critique di tangan pembeli pertamanya. The Poetic Critique  (Gambar-gambar: Take by  Andi Abri Anto , Jakarta, 07/03/2016) "Menanti, sembari sarapan "menyantap" buku dari saudara MgP " The Poetic Critique ". Wait my book too bro!!!" Tulis Andi Abri Anto di akun Facebook miliknya. Terima kasih atas kiriman gambarnya, sobat Andi Abri Anto. Saat ini kau (The Poetic Critique) sudah mengudara di Jakarta. Tepatnya di Terminal B5 Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia.   Semoga hadirmu dapat bermanfaat bagi sesama. 

Ketika The Poetic Critique Berbicara

Namaku, The Poetic Critique Aku adalah kumpulan sajak, beberapa quote dan sehimpun gambar pilihan yang -mungkin- tak cukup penting bagimu: sebab aku merupakan 'buah tangan' pertama yang lahir menjadi buku dari penulisnya. Sehingga, tak ada harapan yang aku butuhkan selain kritikan darimu. Aku telah dibebaskan lahir dan kau sesuka hati dapat menyentuhku: silakan dikritik aku secara habis-habisan demi penyempurnaanku kelak ketika aku bertambah dewasa. -kalau aku dibakar, mungkin itu terlihat aneh. Tapi itu cukup mujarab untuk menggantikan aku seketika menjadi abu, Daripada aku dibiarkan saja tanpa dibaca, tanpa disentuh, dan hanya debu yang memeluk tubuhku. Lalu perlahan demi perlahan rayap pun berhasil menguliti tubuhku dengan sempurna. Tapi, tahukah kau? di saat itu aku sangat menderita. Sehingga aku menganggap lebih baik kau bakar saja aku. Agar aku tak mendapat siksaan yang terlalu lama. bakarlah aku. bakarlah aku. karena aku hanyalah "The Poetic Critique&quo

Di Graha Pena, Aku Berdiri

Tulisan ini merupakan apresiasi kepada mereka yang berada di harian FAJAR Makassar, sebab telah memberi inspirasi kepadaku juga kepada masyarakat Indonesia.   Happy Anniversary ke-34, Harian FAJAR. *** Tak seperti biasanya. Entah mengapa, alam bawah sadarku menggerakkan penaku untuk memberi titahnya pada kertas elektronik ini. Hari ini, aku ingin sekali melangkahkan kaki di gedung itu lagi. Gedung tinggi pencakar langit dengan 19 lantai selalu saja menenteramkan hati dan jiwa ketika bertandang kesana. Bersih, canggih, bersahaja dan permai. Kata itulah yang pas untuk suasana di gedung yang bernama "Graha Pena" itu. Tahun 2013 silam, ketika aku baru lulus SMA, saat aku hendak melanjutkan pendidikanku ke salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar. Setiba di Makassar, aku lalu berkeliling melihat gedung-gedung pencakar langit. Ya, aku melihat gedung itu, gedung tinggi, dengan bagian atas runcing. Aku lalu masuk ke gedung itu. Singkat cerita, saking senang da

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog