Skip to main content

Rumah Kertas: Kritik Sastra dan Takdir Sebuah Buku




Foto : Internet


AKU membaca buku ini, berkali-kali. Sama persis dengan ungkapan dari Critiques Libres pada sampul belakang buku ini: “Kisah tak terlupakan tentang dunia sastra, perpustakaan, dan kecintaan akan buku. Sebuah novel untuk dibaca ulang berkali-kali.”

“Buku mengubah takdir hidup orang-orang.” (hlm. 1)

Novel Rumah Kertas ini terbilang sedikit buku yang mempercakapkan tentang buku-buku yang ada di dunia. Tak banyak novel-novel yang di dalamnya terkandung ironi tentang buku: mati akibat buku dan buku mengubah takdir pembacanya.

Saya membaca buku ini bukan hanya sekali. Ya, berkali-kali. Meski seberapa sering kuulangi bacaanku, maka saya tetap menemui kegeraman dalam membaca setiap tokoh yang ditulis di dalam buku setipis 76 halaman ini.

Buku ini memulai kisahnya dengan cerita seorang dosen bernama Bluma Lennon yang harus mati karena membaca buku puisi karya Emily Dickinson atau murni mati ditabrak mobil.

Sebuah ironi yang mempertemukan realitas dan bahasa dalam satu periode waktu. Hingga kemudian proses kematian dosen yang misterius itu diteliti lebih jauh dalam sayembara mahasiswa di sebuah perguruan tinggi yang dipenuhi dengan perdebatan luar biasa.

“Jumlah langka Bluma di trotoar Soho dikalkulasi, begitu juga larik-larik syair yang sempat ia baca, serta laju mobil itu; timbul debat berapi-api tentang semiotika lalu litas kota London, konteks kultural, urban, dan linguistik pada detik ketika dunia-sastra dan dunia-nyata runtuh dalam diri Bluma tersayang.” (hlm. 3)

Membaca buku yang telah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa ini, sama seperti membaca 50-an buku yang berbeda dari para tangan-tangan penyair dunia. Domìnguez sangat lihai memasukkan banyak judul-judul buku yang tentu saja, telah dibacanya, ke dalam novel ini. Katakanlah buku The Call of the Wild, Zorba the Greek, The Twenty-Fifth Hour dan judul-judul lainnya yang dibaca si tokoh utamanya dengan kurun usia yang berbeda-beda. 

Buku ini juga rupanya banyak membisikkan kegelian bagi penggila buku. Sebab membaca buku ini pembaca disadarkan tentang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan saat membaca buku.

“Aku perhatikan banyak orang mencatat tanggal, bulan, dan tahun mereka membaca sebuah buku; ..yang lain menuliskan namanya di halaman depan sebelum meminjamkan bukunya, mencatat kepada siapa mereka meminjamkan dan membubuhkan tanggal pinjamnya. Aku lihat juga buku-buku yang distempel ibarat di perpustakaan umum, atau malah ada kartu yang diselipkan di dalamnya.”

Bukan hanya soal coretan di dalam buku, tapi juga tentang tempat penyimpanan buku:

“..Pada akhirnya, ukuran perpustakaan itu ternyata memang penting. Kita pajang buku-buku kita ibarat otak kita sedang dikuak lebar-lebar untuk diteliti, sambil mengutarakan alasan-alasan omong kosong dan basa-basi sok merendah soal jumlah koleksi yang tak seberapa.”

Sampai-sampai saya ikut geli ketika mata saya berhenti pada kalimat ini: “...sebagai pembaca kita saling memata-matai perpustakaan kawan satu sama lain, sekalipun hanya di waktu senggang. Kadang kita berharap menjumpai buku yang ingin kita baca tapi tidak kita punya, atau mencari tahu apa yang sudah dilahap oleh kutu buku di seberang kita.” (hlm. 10)

Carlos Marìa Domìnguez menyindir dengan lugas tentang dunia buku dan segala macam yang meriuhkannya. Kata penulis novel yang aslinya berjudul La casa de papel itu, begitu banyak novel yang diterbitkan, tetapi sedikit sekali yang mempercakapkannya.

Orang-orang sibuk bergosip apakah ia menghadiri undangan diskusi peluncuran buku atau tidak, apakah bukunya menyasar kritikus akademis atau peresensi surat kabar. Sampai pada berita tentang orang yang tiba-tiba kaya raya dalam semalam dengan buku payahnya yang dipromosikan habis-habisan oleh penerbitnya yang membawanya pada kegemilangan seorang penulis dengan jam kerja tanpa batas (hlm. 15)

Buku ini juga memperkenalkan kita pada peta sastra Amerika Latin dengan karya bermutu para penulisnya seperti Marquez, Neruda, Borges, Mistral, Vargas Llosa, Oktavio Paz hingga Lope de Vega. Juga tentang buku-buku lawas yang diniagakan lewat kisah kegilaan seorang bibliofil asal Uruguay bernama Carlos Brauer itu.

Karya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Ronny Agustinus ini selain membicarakan tentang teka-teki sebuah buku yang dikirimkan oleh seseorang tak jelas asal-usulnya itu kepada Brauer semakin menambah rasa penasaran para pembaca pada satu buku berjudul La linea de sombra yang dipenuhi oleh partikel semen Portland pada pinggiran-pinggiran halamannya.

Perjalanan seorang Brauer mencari asal usul buku itu membawanya menemukan bermacam pesona terhadap kehidupan buku itu sendiri. Tentang tempat penyimpanan buku, tentang cara memperlakukan buku, sampai pada misteri sebuah rumah yang disusun dari buku-buku.

Membaca buku adalah kegiatan yang paling banyak menambah kekayaan intelektual. Oleh karena itu, jumlah bacaan buku menjadi penting bagi pembaca pun bagi seorang penulis. Di buku ini, penulisnya mengungkap jelas rahasia bahwa betapa penting memiliki banyak referensi buku bacaan.

Seperti yang diungkapkan dalam percakapan antara si tokoh Aku (Carloz) dan Delgado, kawannya dalam kalimat berikut:

“Berapa banyak buku yang Anda punya?”

“Jujur saja, saya sudah berhenti menghitung. Tapi saya rasa pasti ada sekitar delapan belas ribu.” (hlm. 26)

Juga rahasia pentingnya memberikan catatan dalam setiap kali membaca buku.

“…Saya perlu membaca semua catatan yang ada di sebuah buku untuk menjernihkan makna tiap-tiap konsep, jadi sulit bagi saya untuk duduk membaca buku tanpa ditemani dua puluh buku lain di sampingnya, kadang hanya untuk menafsirkan satu bab saja secara utuh. Tapi tentu saja, justru kerepotan inilah yang memukau saya.” 

Kemudian dilanjut pula di paragraf selanjutnya terkait durasi waktu membaca yang baik. “Berapa jam sehari yang bisa saya peruntukkan buat membaca? Paling banter empat, lima jam..” (hlm. 27)

Barulah pada di 20-an halaman terakhir buku ini, penulis membawa adrenalin pembaca meningkat. Di saat inti dari buku itu diceritakan dengan terang dan menggetarkan. Bagaimana perjalanan membangun sebuah rumah dengan buku-buku. Terasa jelas bagi pembaca suasana bahkan aroma yang ada di dalam kisah yang dibangun penulis berusia 61 ini.

Mula-mula saat si kuli disuruh oleh Carlos Brauer untuk merangkai kusen jendela di atas pasir, serta kusen untuk dua pintu, lalu membangun satu sisi dinding batu. Brauer menyuruh pada si kuli agar buku-bukunya diubah jadi bata.

Si kuli dengan rasa kasihan, kemudian memilih di antara gunungan buku-buku yang ditumpahkan dari gerobak ke hamparan pasir putih bersih.

Maka turunlah sejilid Borges buat dipaskan di bawah kusen jendela, Vallejo untuk pintu, Kafka di atasnya, dan di sampingnya Kant, serta edisi sampul tebal Farewell to Arms-nya Hemingway; juga Cortázar dan Vargas Llosa, yang selalu menulis karya-karya tebal; Valle-Inclán dengan Aristoteles, Camus dengan Morosoli; dan Shakespeare lengket selamanya dengan Marlowe kena adukan semen; dan semuanya ditakdirkan untuk mendirikan tembok rumah kertas di pantai selatan. 

Membaca novel ini, membaca diri kita yang seolah tenggelam akan buku-buku. Hal inilah kemudian yang menyadarkan satu hal pada kita akan garis bayang-bayang dalam suatu permainan yang aneh dan menggelikan itu. 

Kita disadarkan bahwa ada sebuah dimensi tak terlihat yang telah menyatukan tekad dan jasad huruf-huruf tercetak dalam realitas kehidupan. 

Bukan cuma persoalan untung-ruginya menulis, menjual dan membeli atau membaca buku. Bukan pula sekadar menulis dan persoalan acara menyampaikan isi buku di acara launching buku atau mengadakan seminar-seminar literasi terkait menjelek-jelekkan budaya membaca kita yang memang ambruk. Akan tetapi dengan membaca karya Carlos Marìa Domìnguez ini, kita lebih tersadarkan bahwa takdir manusia yang hidup dengan buku telah memiliki sebuah takdir yang tidak biasa.

Kanreapia, 04 Januari 2017



*Apresiasi ini pernah tersiar di Harian Fajar, 22 Januari 2017

Comments

Paling banyak dibaca

Cara Mudah Scan Dokumen dengan Google Lens Tanpa Aplikasi di Android

  Siang tadi (10 April 2023), sehabis dari Kantor Sindo Makassar mengambil koran, saya menuju Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Wilayah Sulsel di jalan Sultan Alauddin.  Sesampai di lantai 2 saya menemui kawan kawan yang menjadi pegawai di dinas tersebut. Saya menyebut kawan, meskipun usia mereka jauh lebih senior, saya senang memanggilnya Kakak, karena mereka senang berbagi dan menghargai setiap anak muda yang menemuinya. Selain mengantar koran, saya juga mebawakan buku hasil cetakan salah satu pustakawannya. Sebelum saya balik, saya memberikan satu teknik scan dokumen yang mudah. Ternyata ini informasi yang baru bagi mereka. Saya tunjukkan caranya dan dengan mudah, mereka mengikuti dan senang bisa paham. Caranya Buka Google Chrome di Hp Di bagian atas kanan, terdapat logo Kamera, Klik Setelah itu muncul persetujuan, Klik Setujui Silakan Take/Foto dokumen atau halaman buku yang ingin discan. Klik Tengahnya seperti saat mengambil gambar Silakan blok tulisan yang ingin di...

Ban Bocor dan Hari yang Mahal

PUKUL tiga sore pada Senin 15 Mei 2017, aku menyelesaikan tugas wajib kuliah yang tidak kelar kelar sejak 12 April silam. Aku memang demikian, malas mengerjakan tulisan ilmiah seperti skripsi. Draf yang sudah empat minggu lebih, akhirnya di-Acc oleh pembimbing satu, hari ini, tanpa melalui proses penyuntingan panjang. Barangkali kamu menyebutnya dengan istilah "pantul." (Entah dari mana istilah itu berasal; pantul bermakna corat coret yang diberikan oleh pembimbing). Bukan hal mudah untuk hari ini. Awalnya aku merasa pesimis. Bagaimana tidak, sudah pukul sebelas siang, di hari yang sama, aku baru memulai memperbaiki draf itu. Lalu selesai pukul dua siang. Kemudian aku memperbaiki printer, selama kurang lebih dua jam (maklum nggak punya duit buat nge -print tugas di warnet atau tempat fotokopi, jadi printer yang sedang rusak mau tidak mau harus diperbaiki). Setelah berusaha, dan akhirnya bisa, meski harus di -high printer- nya. Selanjutnya saat seda...

Apa itu "Mark Up"? | Penjelasan, contoh dan cara menghitungnya

Dulu, ketika tulisan saya terbit di kolom "Surat Pembaca Kompas" berjudul Jangan Revisi  edisi 31 Maret 2017, sekilas saya membaca isi surat pembaca lain di samping tulisan itu, judulnya Mengungkap "Mark Up" . Saat itu saya sama sekali tidak tahu apa arti dari kata "Mark Up" , saya pun tak punya rasa penasaran berlebih untuk mencari tahu frasa itu di mesin pencari daring. Akhirnya saya menghiraukannya.  Satu tahun berlalu. Saya bekerja di sebuah media. Menghadapi orang-orang mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas seperti pemegang jabatan pemerintahan. Mulai kepala desa, kepala dinas, bupati hingga anggota dewan. Saya bukan wartawan, saya hanya bekerja sebagai tukang cari iklan daring (online). Menawarkan ke orang  orang agar dirinya bisa dimuat di portal media daring.   Dari sini, saya baru tahu (atas pengalaman kerja yang baru beberapa bulan), arti dan maksud dari "mark up" itu. Akhirnya pikiran saya kembali ke awal tulisan ini. T...

Empat Cara Agar Nama dan Foto Kamu Bisa Muncul di Mesin Pencari Google

BANYAK yang ingin melihat ketika namanya diketik di mesin pencari, maka yang muncul adalah foto dan tulisan tentang dirinya. Nah, bagaimana caranya agar foto dan tulisan tentang dirimu bisa muncul di halaman mesin pencari sekelas Google ? Coba perhatikan, mengapa artis dan penulis terkenal namanya bisa dengan mudah tampil di mesin pencari Google? Ya, jawabannya mudah, karena dia sudah dikenal, bukan? Namun bagaimana caranya buat kita yang belum terkenal? Caranya mudah sekali, coba klik nama "Muh. Galang Pratama" dan saksikan apa yang muncul. ( He he , daripada ambil contoh nama lain, mending pakai nama sendiri 😆😁). Beberepa cara yang sudah saya praktikkan dan kurang berhasil (#eh, maksudnya lumayan berhasil 😛), yaitu: Buat Blog dan Tulis tentang Keseharianmu Source: Diolah dari jpompey.com Kalian boleh saja membuat blog gratis dengan waktu lima menit. Ya, serius, hanya lima menit. Silakan klik  blogger.com  atau  wordpress.com.  (Tapi, saran jika ...

Sanggahan dan Klarifikasi PT. Karisma Bahana Gemilang terkait Tulisan di Personal Blog mengenai Easy Shopping

Logo Easy Shopping Dengan Hormat, Sehubungan dengan tulisan pada personal blog mengenai Easy Shopping oleh M. Galang Pratama pada tanggal 31 Agustus 2020 dengan judul "Om saya dan Amplop Easy Shopping" (di alamat blog  https://emjipi.blogspot.com/ 2020/08/easy-shopping-pt- karisma-bahana-gemilang.html ), dengan ini kami,  PT. Karisma Bahana Gemilang  (“Perusahaan”) menyampaikan klarifikasi sebagai berikut:   Penjelasan Promosi Perusahaan 1.         Bahwa PT. Karisma Bahana Gemilang adalah suatu perusahaan yang didirikan menurut hukum negara Republik Indonesia berdasarkan Akta Pendirian nomor 1, tanggal 11 Maret 2015, dihadapan Dita Okta Sesia, S.H., M.Kn, Notaris di Jakarta, berkedudukan di Wisma 77 Lantai 17, Jl. Letjend S. Parman Kav. 77, Slipi, Palmerah, Jakarta Barat 11410;   2.         Bahwa Perusahaan bergerak di bidang perdagangan eceran melalui media katalog dengan pemesanan melalui po...

Cerita Anak Pung Julung-julung; Beranilah, Seperti Namamu

Menceritakan Kembali Karya Nurmadia Syam , Beranilah, Seperti Namamu , dalam Buku Berjudul "Pung Julung-julung" diterbitkan oleh Penerbit de la macca kerjasama Balai Bahasa Sulawesi Selatan tahun 2017. Foto : Dokumen Pribadi -- I BARANI , seorang anak yang terlahir dari laut lepas yang luas. Ia serupa matahari yang garang dan berani. I Barani memiliki tiga orang kakak. Salah satu di antaranya adalah kembarannya. Kakak pertamanya bernama I Kassa. Punya sifat yang baik dan mendukung I Barani dalam segala hal. Lain halnya dengan kakak keduanya, bernama I Rewa. I Rewa, seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi dan lincah. Tapi, kekurangannya karena ia mudah marah. "Bahkan ia tak segan beradu otot jika disanggah." (hal. 6) Selain kedua kakaknya itu, ia punya saudara kembar yang lahir lima menit lebih dulu dibanding dirinya. Namanya I Gassing. Orangnya baik, selalu memotivasi adiknya unuk selalu berani menghadapi tantangan. "Kau dinamai I Barani....

Om saya dan amplop easy shopping

SORE yang dingin, om saya dengan buru buru turun dari motornya. Ia membuka amplop yang bertuliskan namanya. Om mendapat amplop itu di kantornya. "Hanya ada satu nama Muhtar di kantor, itu saya," ujarnya Senin (31/08/2020). Lalu ia membuka paket yang di luarnya dibungkus dari kantongan berwarna hitam itu.  Ia mendapat kupon hadiah senilai 1 miliar. Tertera di amplop itu. Easy Shopping P.O. Box 6688, Slipi Jakarta Barat 11410 Di bawahnya ada tulisan warna merah tertulis:  NOMOR KEMENANGAN DISETUJUI Dengan font huruf kapital semua dan berwarna merah. Di bawahnya lagi tertulis  "Pengiriman bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia" ANEHNYA Di belakang amplop, ada alamat website. www.easyshopping.id. Yang kalau Anda ketik di pencarian, tidak akan ketemu. Website rusak! Tak dapat ditemukan.  (Kok perusahaan tidak punya website?) pikir saya dalam hati.  Apalagi, merk Easy Shopping ini tertuju pada satu nama PT yang tertera di lembaran lain di dalam amplop. PT Karisma Baha...

"Apa Kau Tak Lihat Lampu Itu Hijau?"

"Kenapa masih berhenti? Ayo jalan!" Barangkali itulah kalimat yang dipendam oleh orang orang yang sengaja membunyikan klakson ketika lampu lalu lintas baru saja menyala hijau. Saking terburu burunya, barangkali lagi, ia mengira bahwa pengguna jalan di depan akan tetap singgah berlama lama sambil menunggu lampu merah berikutnya. Apa iya? Haruskah ada orang yang rela diterkam panas matahari atau disergap dingin hujan yang lebih lama di bawah lampu lalu lintas? Apa ada? Semua orang pasti akan melaju, sayang! Masa ada yang mau habiskan permainan mobile legend-nya di 'lampu merah'? Ya manusia, yang punya otaaak. Nah begini saja. Pertama, jangan biasakan menyentuh klakson saat di lampu merah. Kedua, pikirkan, apa ada yang mesti lebih didahulukan dengan segera dibanding "ada kompor yang lupa dimatikan" atau "ada penagih utang yang sudah sejak lama berdiri di depan pintu rumah", ataukah lagi "ada anak gadis yang sudah meronta ront...

Alvokad Kocok

KAMIS sore, 1 Oktober 2020.  Sepulang dari mengirim paket buku di kantor JNE cabang Sungguminasa Gowa, saya singgah di outlet Alvokad Kocok Duo Big cabang Sungguminasa Gowa. Kebetulan istriku yang tengah menyusui anak pertama yang baru berusia tujuh bulan, butuh nutrisi dari buah Alpukat.  Pilihan pun jatuh kepada Alpukat Kocok.  Alasan pertama, karena simpel. Kedua, saya sudah pernah mencobanya dan enak. Akhirnya lama kelamaan outlet ini pun jadi salah satu incaran ketika haus dan lapar melanda tapi hanya ingin mengonsumsi buah. Yap.  Varian Rasa Toping Beragam Berbulan bulan sebelumnya, kami sudah mencoba beberapa varian dari alpukat kocok duo big ini. Terutama karena disediakan toping yang beragam. Seperti Oreo, Milo, Cokelat, Nangka, Keju dan Original. Semuanya mantap. Apalagi karena Alpukat Kocok ini ternyata punya cabang di beberapa kota. Artinya sudah punya brand tersendiri.  Kejadian yang Tak Terlupakan Saya ingin lanjutkan dulu bagian tulisan awal di ...

1 Syawal 1442 H

1 Syawal 1442 Hijriah tahun ini jatuh pada hari Kamis, 13 Mei 2021. Lebaran idulfitri tahun ini saya, istri dan Iqra berlebaran di kampung mertua, di Anassappu Bontonompo.  Untungnya, Bontonompo masuk wilayah Kabupaten Gowa, sehingga tak ada larangan untuk masuk ke kampung ini.  Berbeda halnya ketika ingin keluar kota lainnya seperti Jeneponto, atau Pangkep. Apalagi tempat orang tua saya berada di Mamuju, Sulawesi Barat. Perbatasan menuju ke daerah tersebut sudah tutup sejak 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Hal ini sesuai edaran pemerintah tentang pelarangan mudik Larangan Mudik Pemerintah melakukan pelarangan mudik yang berlangsung 6-17 Mei ini guna menekan laju penyebaran Covid-19 dan memaksimalkan pelaksanaan vaksinasi, sebagaimana yang saya kutip dari Surat Edaran (SE) Satgas No. 13/2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idulfitri 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Covid-19. serta SE No. 34/2021 yang merupakan perubahan dari SE sebelumnya No. 26/2021 tentang Petunjuk Pelak...

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog