Tulisan ini merupakan apresiasi kepada mereka yang berada di harian FAJAR Makassar, sebab telah memberi inspirasi kepadaku juga kepada masyarakat Indonesia.
Happy Anniversary ke-34, Harian FAJAR.***
Tak seperti biasanya. Entah mengapa, alam bawah sadarku menggerakkan penaku untuk memberi titahnya pada kertas elektronik ini.
Hari ini, aku ingin sekali melangkahkan kaki di gedung itu lagi.
Gedung tinggi pencakar langit dengan 19 lantai selalu saja menenteramkan hati dan jiwa ketika bertandang kesana.
Bersih, canggih, bersahaja dan permai. Kata itulah yang pas untuk suasana di gedung yang bernama "Graha Pena" itu.
Tahun 2013 silam, ketika aku baru lulus SMA, saat aku hendak melanjutkan pendidikanku ke salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar.
Setiba di Makassar, aku lalu berkeliling melihat gedung-gedung pencakar langit. Ya, aku melihat gedung itu, gedung tinggi, dengan bagian atas runcing. Aku lalu masuk ke gedung itu.
Singkat cerita, saking senang dan jiwa penasarannya, beberapa kali aku masuk ke gedung itu.
Pertama, saat aku mengikuti acara yang menghadirkan ust. Maulana.
Acara kedua, aku datang ke gedung itu untuk mengikuti launching buku dari seorang remaja, Iin Fadhilah Tammasse.
Saat itu sastrawan besar negeriku juga datang, ya siapa yang tak mengenal Taufiq Ismail. Seorang dokter hewan namun sangat lihai membingkai kata-kata indah menjadi rangkaian sajak-sajak puitis.
Disaat itu pula aku melihat sosok seseorang yang aku kagumi sampai saat ini. Mulai dari tulisan-tulisannya yang terus memenuhi kolom "I LOVE MONDAY" di harian Fajar setiap hari senin hingga pada kharismanya ketika membawakan materi kepenulisan.
Namanya Faisal Syam. Murah senyum, sederhana, baik hati dan orangnya lain dari yang lain.
Aku pernah mengirimkan pesan singkat dalam rangka memberi feedback atas tulisannya. Alhamdulillah aku senang sekali, sebab seorang penulis yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan Fajar itu ternyata juga dapat berinteraksi dengan orang kecil sepertiku. Beliau juga mengagumi tulisan-tulisanku di blogku (www.emjipi.blogspot.com) bahkan beliau pernah mengatakan agar aku dapat membukukan tulisan-tulisanku didalam blog itu.
Pernah suatu ketika beliau mendatangi kampusku. Tepat di LT Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Saat itu beliau sedang mem-bedah bukunya yang berjudul "I Love Monday."
Saat kegiatan bedah buku itu berlangsung, aku tidak sedang berada di tempat. Saat itu aku masih berada di auditorium kampusku sedang mengikuti seminar. Akan tetapi, seketika itu aku mendapat pesan singkat dari kawanku di jurusan Jurnalistik yang sedang berada di LT FDK saat sedang mendengarkan materi yang dibawakan oleh Faisal Syam.
Dalam pesannya temanku yang bernama Afril itu mengatakan, "Galang.. namamu disebut oleh Kak Faisal Syam sekarang di LT Fakultasku."
Seketika itu pula aku langsung meninggalkan gedung auditorium dan bergegas pergi ke LT FDK untuk ikut serta mendengarkan materi yang dibawakan oleh Kak Faisal Syam.
Akhirnya aku pun melihatnya. Seorang penulis yang masih sangat muda, namun telah sukses di media.
Ketika acara itu selesai, aku lalu naik ke depan, menyalami tangannya, lalu aku berfoto dengan beliau. Satu pesan beliau saat itu yang masih ku ingat sampai saat ini, yakni "Bukukan tulisanmu."
Alhamdulillah. Saat ini aku sudah menulis satu buku. Berupa antologi puisi "The Poetic Critique", sajak-sajak kritik bernada puitis.
Beliau juga bernah mengirimkan sms kepadaku, "Setelah buku pertama, harus diikuti dengan buku kedua."
Ya, itulah semangat yang diberikan kepadaku agar aku dapat terus menulis.
Selain itu, aku juga pernah mengirimkan puisiku melalui email ke seorang redaktur perempuan muda di koran harian FAJAR. Ya beliau adalah pemegang kendali rubrik remaja "KeKeR dan SKeMa." Beliau pernah menerbitkan puisiku berjudul "Sang Penulis Sejati" pada edisi Sabtu, 13 Juni 2015 lalu. Ucapan terima kasihku juga kuperuntukkan untuk beliau, Kak Dian Muhtadiah Hamna.
Meski tak selamanya tulisanku dimuat, namun aku bersyukur tulisanku pernah terbit di salah satu rubrik koran FAJAR. Sebab hal itu telah memberi kesan intelektual tersendiri buatku, saat kulihat ada foto dan tulisanku terpampang di koran terbesar di luar Pulau Jawa ini.
***
Senin yang lalu, tepat pada tanggal 28 September 2015, aku kembali menginjakkan kakiku ke gedung pencakar langit itu.
Aku naik ke lantai 4 lalu masuk ke bagian sirkulasi dan periklanan. Kemudian aku menitipkan amplop cokelat yang telah ku isi dengan berkas-berkas beserta data diriku.
Hendak agar aku dapat bekerja di dalam perusahaan koran harian itu, sebagai sales marketing atau bagian loper korannya.
Bukan materi yang aku butuhkan. Tapi inspirasi, motivasi, semangat kerja dan pengalaman nyata.
Ayahku pernah bilang kepadaku. "Nak.. kita kerja bukan untuk mencari uang. Tapi untuk mencari pengalaman. Dengan kerja kita akan bertemu dengan orang-orang, melakukan silaturahim. Dari situlah rezeki itu datang."
"Belajarlah untuk bekerja. Sebab ayah tak selamanya akan bekerja."
Dengan semangat dari ayahku dan keluargaku, aku berusaha untuk memberikan mereka yang terbaik. Mereka telah mendidikku hingga aku berusia 20 tahun sampai saat ini. Memberiku kesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Dan memberikanku sedikit modal untuk menjalankan bisnis kecil sebagai penjual pulsa.
Hingga detik ini, aku bangga dengan mereka. Di dalam doa dan ikhtiarku selalu ku ucapkan nama mereka. Semoga ia senantiasa sehat dan dilindungi dalam menjalankan aktivitasnya serta dimudahkan untuk menjaga adik-adikku di Mamuju, Sulbar.
***
Pada hari ini, koran referensi favoritku itu sudah genap berusia 34 tahun. Harian FAJAR Makassar, sejak awal mula berdirinya pada 1 Oktober 1981, oleh Chairman HM. Alwi Hamu, telah sukses membangun dan mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya.
Semoga tagline itu tetap melekat padanya,"Bijak di Garis Tak Berpihak."
Aku yakin itu!
Sebab di Graha Pena,
Aku berdiri;
-menerawang dunia dan ditelusuri dunia-
Sekian.
Gowa, 1 Oktober 2015
*Oleh: Muh. Galang Pratama (MgP)
Seorang penikmat berita. Tinggal Kab. Gowa, Sulsel. Senang mencoret kertas elektroniknya dengan renungan kritis dari hati.
Tak seperti biasanya. Entah mengapa, alam bawah sadarku menggerakkan penaku untuk memberi titahnya pada kertas elektronik ini.
Hari ini, aku ingin sekali melangkahkan kaki di gedung itu lagi.
Gedung tinggi pencakar langit dengan 19 lantai selalu saja menenteramkan hati dan jiwa ketika bertandang kesana.
Bersih, canggih, bersahaja dan permai. Kata itulah yang pas untuk suasana di gedung yang bernama "Graha Pena" itu.
Tahun 2013 silam, ketika aku baru lulus SMA, saat aku hendak melanjutkan pendidikanku ke salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar.
Setiba di Makassar, aku lalu berkeliling melihat gedung-gedung pencakar langit. Ya, aku melihat gedung itu, gedung tinggi, dengan bagian atas runcing. Aku lalu masuk ke gedung itu.
Singkat cerita, saking senang dan jiwa penasarannya, beberapa kali aku masuk ke gedung itu.
Pertama, saat aku mengikuti acara yang menghadirkan ust. Maulana.
Acara kedua, aku datang ke gedung itu untuk mengikuti launching buku dari seorang remaja, Iin Fadhilah Tammasse.
Saat itu sastrawan besar negeriku juga datang, ya siapa yang tak mengenal Taufiq Ismail. Seorang dokter hewan namun sangat lihai membingkai kata-kata indah menjadi rangkaian sajak-sajak puitis.
Disaat itu pula aku melihat sosok seseorang yang aku kagumi sampai saat ini. Mulai dari tulisan-tulisannya yang terus memenuhi kolom "I LOVE MONDAY" di harian Fajar setiap hari senin hingga pada kharismanya ketika membawakan materi kepenulisan.
Namanya Faisal Syam. Murah senyum, sederhana, baik hati dan orangnya lain dari yang lain.
Aku pernah mengirimkan pesan singkat dalam rangka memberi feedback atas tulisannya. Alhamdulillah aku senang sekali, sebab seorang penulis yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan Fajar itu ternyata juga dapat berinteraksi dengan orang kecil sepertiku. Beliau juga mengagumi tulisan-tulisanku di blogku (www.emjipi.blogspot.com) bahkan beliau pernah mengatakan agar aku dapat membukukan tulisan-tulisanku didalam blog itu.
Pernah suatu ketika beliau mendatangi kampusku. Tepat di LT Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK). Saat itu beliau sedang mem-bedah bukunya yang berjudul "I Love Monday."
Saat kegiatan bedah buku itu berlangsung, aku tidak sedang berada di tempat. Saat itu aku masih berada di auditorium kampusku sedang mengikuti seminar. Akan tetapi, seketika itu aku mendapat pesan singkat dari kawanku di jurusan Jurnalistik yang sedang berada di LT FDK saat sedang mendengarkan materi yang dibawakan oleh Faisal Syam.
Dalam pesannya temanku yang bernama Afril itu mengatakan, "Galang.. namamu disebut oleh Kak Faisal Syam sekarang di LT Fakultasku."
Seketika itu pula aku langsung meninggalkan gedung auditorium dan bergegas pergi ke LT FDK untuk ikut serta mendengarkan materi yang dibawakan oleh Kak Faisal Syam.
Akhirnya aku pun melihatnya. Seorang penulis yang masih sangat muda, namun telah sukses di media.
Ketika acara itu selesai, aku lalu naik ke depan, menyalami tangannya, lalu aku berfoto dengan beliau. Satu pesan beliau saat itu yang masih ku ingat sampai saat ini, yakni "Bukukan tulisanmu."
Alhamdulillah. Saat ini aku sudah menulis satu buku. Berupa antologi puisi "The Poetic Critique", sajak-sajak kritik bernada puitis.
Beliau juga bernah mengirimkan sms kepadaku, "Setelah buku pertama, harus diikuti dengan buku kedua."
Ya, itulah semangat yang diberikan kepadaku agar aku dapat terus menulis.
Selain itu, aku juga pernah mengirimkan puisiku melalui email ke seorang redaktur perempuan muda di koran harian FAJAR. Ya beliau adalah pemegang kendali rubrik remaja "KeKeR dan SKeMa." Beliau pernah menerbitkan puisiku berjudul "Sang Penulis Sejati" pada edisi Sabtu, 13 Juni 2015 lalu. Ucapan terima kasihku juga kuperuntukkan untuk beliau, Kak Dian Muhtadiah Hamna.
Meski tak selamanya tulisanku dimuat, namun aku bersyukur tulisanku pernah terbit di salah satu rubrik koran FAJAR. Sebab hal itu telah memberi kesan intelektual tersendiri buatku, saat kulihat ada foto dan tulisanku terpampang di koran terbesar di luar Pulau Jawa ini.
***
Senin yang lalu, tepat pada tanggal 28 September 2015, aku kembali menginjakkan kakiku ke gedung pencakar langit itu.
Aku naik ke lantai 4 lalu masuk ke bagian sirkulasi dan periklanan. Kemudian aku menitipkan amplop cokelat yang telah ku isi dengan berkas-berkas beserta data diriku.
Hendak agar aku dapat bekerja di dalam perusahaan koran harian itu, sebagai sales marketing atau bagian loper korannya.
Bukan materi yang aku butuhkan. Tapi inspirasi, motivasi, semangat kerja dan pengalaman nyata.
Ayahku pernah bilang kepadaku. "Nak.. kita kerja bukan untuk mencari uang. Tapi untuk mencari pengalaman. Dengan kerja kita akan bertemu dengan orang-orang, melakukan silaturahim. Dari situlah rezeki itu datang."
"Belajarlah untuk bekerja. Sebab ayah tak selamanya akan bekerja."
Dengan semangat dari ayahku dan keluargaku, aku berusaha untuk memberikan mereka yang terbaik. Mereka telah mendidikku hingga aku berusia 20 tahun sampai saat ini. Memberiku kesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Dan memberikanku sedikit modal untuk menjalankan bisnis kecil sebagai penjual pulsa.
Hingga detik ini, aku bangga dengan mereka. Di dalam doa dan ikhtiarku selalu ku ucapkan nama mereka. Semoga ia senantiasa sehat dan dilindungi dalam menjalankan aktivitasnya serta dimudahkan untuk menjaga adik-adikku di Mamuju, Sulbar.
***
Pada hari ini, koran referensi favoritku itu sudah genap berusia 34 tahun. Harian FAJAR Makassar, sejak awal mula berdirinya pada 1 Oktober 1981, oleh Chairman HM. Alwi Hamu, telah sukses membangun dan mencerdaskan kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya.
Semoga tagline itu tetap melekat padanya,"Bijak di Garis Tak Berpihak."
Aku yakin itu!
Sebab di Graha Pena,
Aku berdiri;
-menerawang dunia dan ditelusuri dunia-
Sekian.
Gowa, 1 Oktober 2015
*Oleh: Muh. Galang Pratama (MgP)
Seorang penikmat berita. Tinggal Kab. Gowa, Sulsel. Senang mencoret kertas elektroniknya dengan renungan kritis dari hati.
Comments
Post a Comment