Suatu kepusingan
melanda ketika aku ingin menuliskan beberapa kata di secarik kertas yang telah
diberikan kepada ku. Aku pun mencoba untuk menghayal, menerawang jauh ke jagad
ruang angkasa untuk menemukan satu titik yang berhubungan dengan makna sebuah penciptaan
langit.
Untuk memberikan
satu kata, kalimat bahkan sampai kepada frasa yang terkadang cukup sulit untuk
di lanjutkan menjadi sebuah paragraf. Namun dari penghayalanku mengenai
penciptaan langit akan mampu kutelaah lebih dalam agar dapat kutemukan satu
titik yang spesifik kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan buat diriku untuk
kemudian menuangkannya di secarik kertas itu, agar aku dan orang lain mampu
membacanya dan sama-sama menghayatinya.
Langit yang
membentang dari bujur timur sampai menembus garis koordinat yang dibuat oleh
manusia hingga sampai pada bujur barat, maupun sebaliknya yakni dari bujur
utara menembus koordinat hingga sampai kepada ujung bujur arah selatan.
Ketika wajah kita
penghadapkan kebawah, tentu apa yang bisa kita saksikan adalah sebuah pandangan
yang keras, terinjak, dan menjadi wadah bagi apa yang ada diatasnya. Ya, itulah
bumi yang kita pijak selama ini. Tempat di mana kita boleh berdiri, duduk
maupun baring tanpa kendala.
Namun, tahukah anda yang kita pijak ini hanyalah bumi yang sering terinjak. Adakah yang lebih
mulia dari ini ? . jawabnya satu, hanya ada di balik bumi itu sendiri. Kita
menoleh apa yang ada dibawah roda bumi, tentunya adalah langit. Kita menoleh ke
atas bumi, yang ada adalah langit.
Karena bumi
merupakan satu kesatuan yang berbentuk bulat namun tidak seperti lingkaran,
ternyata hanya melayang-layang jika dilihat dari pandangan luar angkasa. Jadi,
apa yang ada disekitar bumi, yang mana ia lebih besar, luas dan di tempati oleh
si pencipta Bumi ini.
Kita boleh
sepakat kalau apa yang kita pijak adalah bumi, dan apa yang ada diluar bagian
bumi adalah langit. Entahkah itu awan, angin, udara atau semacamnya, itu
hanyalah sebuah aksesoris dari peng-antara-an Bumi dan langit. Dan itupun
hanyalah bagian tertentu dari seberapa banyak aksesoris yang ada diluar bumi
yang kita dapat lihat, ataupun yang tidak dapat kita jangkau dengan indra
penglihatan kita yang terbatas ini.
Pertanyaan
selanjutnya timbul ketika apa yang kita miliki sebagai manusia, yang telah
diberikan kodrat untuk menjadi khalifah ataupun menjadi penghuni Bumi bersama
makhluk-makhluk lain sang pencipta, itu telah diberikan batasan-batasan
tertentu sesuai ukuran.
Disini aku dapat
menarik sati hikmah sebuah penciptaan langit, bahwa sungguh luar biasanya sang
pencipta. Dia menciptakan apa yang menjadi angan manusia yang mana manusia
hanya bisa pasrah akibat keterbatasan yang dimilikinya.
Sehebat apapun
manusia, sekuat apapun manusia, dan secerdas apapun manusia, yakinlah bahwa
manusia itu tak akan dapat menciptakan sesuatu yang setara apalagi melebihi
penciptaan dari sang pencipta langit dan Bumi ini.
Inilah satu tanda
kekuasaannya, bahwa kita (baca: manusia) diciptakan dengan berbagai
keterbatasan. Terbatasa dalam hal panca indra yang kita miliki ataupun
keterbatasan dalam hal gerak.
Tentu kita boleh
berpikir dan merenung bagaimana luar biasa suatu penciptaan langit dan Bumi.
Langit jika kita lihat dari atas Bumi tempat kita berpijak, sungguh sangat luar
biasa. Selain karena langit tak bertiang, juga kita dapat melihat bumi yang
seakan tenggelam oleh langit. Coba perhatikan ujung dari bumi disekeliling
kita, apakah ujungnya tetap sama dengan pandangan kita ketika kita alihkan
keatas ?. ya, kita tetap melihat yang namanya langit.
Sungguh mulia
langit, hingga kita dapat menengadah keatas ataupun kesamping kiri, kanan,
belakang, depan. Kita tak dapat menemukan setitik kekurangan dan lecetnya
langit. Bukankah ketika langit mengeluarkan air (baca: hujan) itu adalah sebuah
rahmat atau bentuk kasih sayang dari sang pencipta untuk memberikan penghidupan
kodrat kepada makhluknya di Bumi. Bukankah dengan hadirnya hujan kita dapat
membaca tanda-tanda kasih sayang yang sanga pencipta langit ini berikan ?
Jikalau hujan
sedang turun, kita pun digiring untuk berteduh, ataupun tetap ditempat dengan
di payungi oleh benda buatan kelompok kita (baca: manusia). Bukankah dari
turunnya hujan kita pun digiring untuk senantiasa merenung bagaimana kuasanya,
bahkan seringkali ketika pentir menyambar langit, ketika bunga api listrik meloncat-loncat
serta diiringi oleh suara guntur yang mendering di panca indra telinga kita.
Disitulah kita boleh menyaksikan sebuah benda ciptaan sanga kuasa sementara
bertasbih memuji kebesaran-Nya.
Sebenarnya ada
hal yang sulit kita terima, kita banyak dari kelompok kita malah bertanya
esensi dari sang pencipta. Kita seakan ingin tahu bagaimana model, bentuk dan
cara sang pencipta mengatur kita sebagai manusia. Tapi, satu pertanyaan, apakah
kita mampu menjangkaunya ?
Nah, memang kita
boleh mendapatkan ataupun menciptakan sebuah pertanyaan mengenai esensi dari
sang pencipta, namun yakinlah kita ini diberikan kodrat yakni keterbatasan
untuk berpikir dan menerawang jauh sampai kepada mengetahui esensi tersebut.
Kita dibetikan
nalar, pikiran, hati untuk kita gunakan sebagaimana mestinya, karena disitulah
makna sebuah penciptaan kita, kita diajar untuk senantiasa beribadah,
mempelajari ayatnya yang tersirat ataupun dalam bentuk penampakan alam. Kita
diasah untuk menggunakan potensi kita, seperti mata, telinga dan hati, untuk
apa ?. jawabannya ialah untuk mengetahui akan kebesaran sang pencipta yang
telah menciptakan ini semua, dari penciptaan langit, Bumi, makhluk-makhluknya
serta yang lain.
Beberapa ada yang
bertanya, dimanakah Dia berada, sang pencipta langit ?. jawabnya dia berada di
atas Arsy-Nya. Dia tetap berada di tempat yang telah Dia ciptakan, yakni sebuah
tempat bernama langit. Sungguh mulia ciptaan-Nya, namun lebih mulia lagi
penciptanya. Dia berada di langit ke-7. Tempat dimana seluruh tentara malaikat
yang setia menemaninya dalam rangka mengatur apa yang diciptakannya dan
menunggu makhluknya yang senantiasa ingin curhat dan memuji-Nya.
Sungguh luar
biasa, Dia sang pencipta.
Karya, Muh.
Galang Pratama_ 21 Agustus 2014 M.
Comments
Post a Comment