Sebuah Catatan
untuk Galang Pratama Muhammad dan Puisinya
Tak sulit menemui pemuda yang berkoar-koar meneriakkan suaranya, melontarkan kritik tak berkontrol, hingga kata-katanya tak lagi menunjukkan identitas sebagai mahasiswa. Kata-katanya kasar dan melukai. Seolah mereka tak tahu pilihan kata yang lain, kata-kata yang tenang tapi meluluhkan, menampar-nampar hingga ke ubun-ubun.
M. Galang Pratama, mahasiswa yang saya kenal sejak masuk sebagai kader FLP UINAM, adalah perkecualian, satu keganjilan di antara mahasiswa pada umumnya. Ia senang, takjub, terharu, juga marah dan murka, sama seperti mahasiswa yang suka teriak kesurupan itu, tapi dengan cara yang lain. Ia menulis puisi. Ia melembutkan kata-katanya, tapi tidak melembutkan dayanya.
The Poetic Critique, bagi saya adalah sebuah tamparan bagi mahasiswa yang tahunya hanya menggerundel dalam hati atau hanya berani ketika berombongan. Keberanian menulis kritik dalam tulisan adalah satu bentuk keberanian yang melampaui keberanian otot.
Puisi-puisi dalam buku ini, tak lepas jauh dari keseharian penulis dengan variasi tema dari masa kecil hingga menjadi mahasiswa, dari Makassar hingga ke kampungnya.
Sebagai penulis pemula yang terus tumbuh mematangkan diri, puisi-puisinya masih tak lepas dari persoalan teknis hingga pilihan diksi yang mungkin masih dipoles. Dan kesemuanya, itu masih tak cukup untuk mengurangi kebanggaan saya padanya.
Jika kita mengeluh, menolak bahkan mengutuk protes yang memalang jalan, memacetkan jalanan, maka karya ini menjadi sangat penting diapresiasi. Sebab memilikinya adalah satu penghargaan tak terkira bagi seorang yang terus menumbuhkan dirinya.
Selamat membaca, teruslah berkarya.
Comments
Post a Comment