Skip to main content

Posts

Di SPBU

Di SPBU. Saya paling merasa tidak betah di SPBU. Tapi saya menjalani ketidakbetahan itu setiap hari. Akhirnya waktu mengubah jadi tidak betah menjadi betah. Ketika sedang antre di SPBU, biasanya sebagai pengendara tentu kita melihat dulu jenis BBM apa yang digunakan. Ada Pertalite dengan nilai Oktan atau RON sebesar 90, Pertamax sebesar 92 dan Premium hanya memiliki Oktan 88. Tapi bukan bagian ini yang ingin saya cerita. Yang menjadi kegelisahan saya saat antre itu yang ingin saya tuangkan di sini. Saat antre, kendaraan motor yang begitu rapi. Tapi banyak orang yang selalu terburu buru ketika ingin mengisi bahan bakar. Entah karena sudah terlambat ke sekolah atau terlambat ke kantor bagi pekerja kantoran. Nah kadangkala saya juga merasakan hal itu. Ada hal genting yang ingin segera kutunaikan tapi kadang orang yang antre di bagian depan itu rese sekali. Sudah tahu ada banyak antrean di belakang, ia masih belum menyiapkan hal penting, seperti: turun dari motor, membuka kunci bagasi bah

Whatsappku sayang, whatsappku malang

Saya mulai bermain Whatsapp (WA) sekitar akhir 2015 atau awal 2016 silam. Ya saya memang bukan pengingat yang baik. Begitu pula ini menandakan saya terlambat menggunakan aplikasi ini dibanding dengan sejarah kemunculannya pada 24 Februari 2009. Hari ini begitu banyak yang menggunakan whatsapp. Bahkan menggeser popularitas BBM kala itu. Itulah sebabnya aplikasi ini berhasil mendapat lirikan dari pemilik aplikasi medsos terbesar, facebook. Sekarang masyarakat banyak yang menggunakan WA ini. Karena mudahnya mengirim pesan, dokumen, gambar bahkan melakukan panggilan video. Namun di balik itu ada beberapa hal yang saya kira mengganggu di dalam dunia per-WAsap-an ini. WAG WAG singkatan dari WhatsApp Group. Ya, grup di WA. Yang sangat jelek dari WAG ini yakni orang orang dengan mudahnya menambahkan kita untuk bergabung dalam satu grup. Saya pernah tiba tiba diundang untuk masuk di suatu grup yang, saya kira sangat tak ada manfaatnya berada di situ. Kekurangannya berlanjut, kita sulit

Teknologi, pajak rokok dan cerita di baliknya

Kamis malam (3/1/2018) hingga Jumat dini hari, kerjaku cuma dua: Mendengar Om Muchtar menjelaskan, dan memberi pernyataan seperlunya. Negara maju karena ada teknologi yang cepat dan tepat. - Selama di perjalanan/ transportasi itu sama dengan 0 (NOL) produktivitas. Makanya hindari berlama lama di perjalanan. Katanya. - Hapuskan KPK. Karena KPK bisa mengadili 5-10 bahkan 20 tahun yang lalu. Padahal ini zaman sudah lewat. Undang- undang wajib dpahami seluruh Indonesia. Jangan ngoa *** Kalau sudah ada lembaran negara, semua sudah paham. -Tuhan yang maha tak terbatas. Semua di dunia ada batasnya Semakin dihapal pengalanan, semakin cepat. Ijazah adalah nilai pengalaman. Kenikmatan itulah yang mahal. Perokok bisa menghabiskan uang banyak untuk beli rokok krn dia mau menikmatinya. Percuma jua banyak merasa. Rasa ini dan itu kalau tidak yakin. Yakin yang perlu. Tester rokok sampoerna lebih tinggi gajinya daripada direktur pt sampoerna. Diskusi sejak jam 9

Mencoba peruntukan baru di tahun baru

Sore tadi karena kelaparan di tengah hujan rintih rintih yang tak kunjung berhenti, saya dan istri akhirnya berani keluar rumah. Mau apa lagi, tinggal di dalam rumah saat kelaparan juga tak akan berguna. Akhirnya kami pergi keliling-keliling. Kebetulan saat itu kami ingin mengunjungi salah satu Pabrik Roti yang tak jauh dari rumah (kurang lebih 1 KM). Akhirnya, mungkin ini sudah diatur, setelah kami datang, ada banyak pembeli yang mengerumuni penjual roti itu. Beruntung, karena kami masih kebagian roti kering alias garenteng.  Orang-orang setelah kami tentu saja harus mengambil jenis roti lain, karena di antara roti yang dijual, garenteng -lah yang paling murah, tetapi juga enak dimakan bersama minuman hangat di pagi atau sore hari. Kami membelinya seharga Rp 8.000,- per bungkusnya. Di dalam satu bungkus besar itu, terdapat 10 bungkus kecil kecil. Serta di dalam tiap bungkusan kecil itu, terdapat lima roti kering gurih campur manis yang siap disantap itu. Alhamdulillah. Sepu

Sedikit hal di 2018 dan tahun sebelumnya [tentang menulis dan menjadi penyunting naskah buku]

Banyak hal yang sebetulnya belum saya lakukan di tahun 2018. Alasannya adalah karena tidak fokus. Saya suka mengerjakan banyak hal pada satu waktu. Namun pada akhirnya banyak hal pula yang lupa dilakukan dan tidak selesai. Mungkin ini yang perlu kubenahi di tahun 2019 ini. Semoga tahun 2019 menjadi lompatan terbesar bagi keluarga kecil saya. Doa adalah satu satunya harapan tersisa setelah usaha. Beberapa hal kalau perlu, kutuliskan tiap harinya di blog ini. Agar saya tidak banyak menyesali perbuatan kecil yang sering kusepelekan ini, yang membuat saya kehilangan ide dan gagasan yang jika saya menuliskannya saat itu, mungkin blog ini sudah berisi banyak postingan. Tapi, apalah daya. Lagi lagi saya menyesali hal itu. Dari beberapa hal yang kulakukan, setidaknya inilah beberapa naskah [buku] yang telah saya edit dan saya tulis tiga tahun terakhir. Meski pun rata rata dikerjakan di 2018. Dan saya merasa ini masih sangat kurang. Memakai nama "Muh. Gal

Suwanti (yang mati di jembatan kembar)

KATAMU , hujan akan turun malam ini. Deras sekali. "Hingga membikin tubuhmu menggigil kedinginan." *** Alangkah bergetar bulu kudukku, ketika baru saja menutup telepon darimu, hujan turun seketika. Deras.  Sangat deras. Aku mencoba meneleponmu kembali. Kucari namamu di kontak.  S u w a n ti.  Dapat. (tiiiik.. tiiiiik... nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan....) *** Kau hidup di tengah tengah kawasan perdesaan. Jauh dari arus komunikasi dan dunia maya.  Keseharianmu disi dengan menyapa tetangga, membicarakan hal hal yang sebetulnya bisa dipercaya dan sekaligus juga tidak bisa diterima akal sehat. Kau pernah bercerita tentang kisah kucing tanpa ekor yang tengah ramai diperbincangkan di wilayah sekitaran Kallongtala', sebuah daerah yang dihuni sekitar 99 kepala rumah tangga. Daerah yang dikelilingi pohon bidara , sebuah pohon yang dipercaya bagi masyarakat sebagai tumbuhan pengusir makhluk halu

Berani bermimpi selagi ada modal

Mimpi yang jadi kenyataan Baiklah, saya ingin sedikit menuliskan tentang pengalaman saya yang bermula dari mimpi.  Mimpi tak bisa dilarang. Setiap orang berhak atas mimpinya.  Lima tahun lalu saat saya pertama kali masuk di S1, saya mulai mengakrabkan diri dengan tulisan. Mulai dari menulis artikel di media massa hingga menulis sajak singkat di buku catatan harian. Tahun itu menjadi amuk besar emosi saya. Pasalnya saya sangat pusing saat itu untuk mengetahui di bidang apa passion ku berada. Bakatku masih abu-abu kala itu. Dua tahun pun berlalu. Kepenulisan saya mulai berkembang. Hal itu ditandai dengan aktifnya saya menulis, termasuk mengirimkan tulisan ke media massa lokal -dan dimuat-, serta rampungnya buku pertamaku berjudul "The Poetic Critique." Di tahun yang sama saya juga menerbitkan buku "Senandung Rindu" kolaborasi bersama penulis Ainun Jariah, yang kini jadi istriku. Saya bersyukur sebab bisa ditunjukkan bakat ini. Ya, bakat menulis, termasuk mengedi

Begini Sarapan Sehat dan Bergizi ala Energen Extra Baru

SEJAK KECIL saya sangat senang ketika ibu menghidangkan segelas energen hangat di pagi hari sebelum beraktivitas. Saya lebih sering minum rasa cokelat. Meskipun bukan berarti tidak suka dengan rasa lain. Saya juga pernah mencoba rasa vanila dan jahe. Tetapi saya belum coba rasa kacang hijau, rasa jagung dan rasa yang pernah ada. Perpaduan Energen Extra Baru Kombinasi paling asyik bersama energen ini tentu saja makanan ringan yang cukup bergizi. Sejak SD hingga sekarang saya suka menggabungkan energen dengan biskuit. Kadang pula dengan roti. Tapi yang lebih asyik tentu saja bersama biskuit. Karena bisa seketika dicelup ke minuman. Biskuit roma sudah sejak dulu dikenal oleh keluarga Indonesia. Termasuk keluarga saya, tentu saja. Biskuit ini lebih sering dipakai jadi makanan pembuka pada pagi hari atau sore hari menjelang malam. Perpaduan biskuit ini sangat pas dengan 'yang hangat hangat'. Apalagi jika dikonsumsi di pagi hari. Karena kesibukan kerja dan kuliah, m

"Apa Kau Tak Lihat Lampu Itu Hijau?"

"Kenapa masih berhenti? Ayo jalan!" Barangkali itulah kalimat yang dipendam oleh orang orang yang sengaja membunyikan klakson ketika lampu lalu lintas baru saja menyala hijau. Saking terburu burunya, barangkali lagi, ia mengira bahwa pengguna jalan di depan akan tetap singgah berlama lama sambil menunggu lampu merah berikutnya. Apa iya? Haruskah ada orang yang rela diterkam panas matahari atau disergap dingin hujan yang lebih lama di bawah lampu lalu lintas? Apa ada? Semua orang pasti akan melaju, sayang! Masa ada yang mau habiskan permainan mobile legend-nya di 'lampu merah'? Ya manusia, yang punya otaaak. Nah begini saja. Pertama, jangan biasakan menyentuh klakson saat di lampu merah. Kedua, pikirkan, apa ada yang mesti lebih didahulukan dengan segera dibanding "ada kompor yang lupa dimatikan" atau "ada penagih utang yang sudah sejak lama berdiri di depan pintu rumah", ataukah lagi "ada anak gadis yang sudah meronta ront

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog