Fotoku: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFE5VEwGUO0dmy-wgLdUy9paopDPVLoj6LqKfE10jB-Rx4c11POHZNnkB-p6uan087iQ20-Dzmr7iG1kQJiJADDSnz8RbpX9_euHvyG0TL0kxYUCKIPMM9R-xTc2Q5_aDxfq4SqizYWcs/s1600/Galang+Pratama.jpg
***
KUPANDANGI fotoku. Lama. Lama sekali. Itu foto terbaruku. Wajahku kelihatan masih muda sekali. Usia 20-an. Kupandangi lagi. Dan lagi. Sekali lagi. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Berkali kali. Kutatap mataku dalam foto itu dengan mataku sendiri. Tak lama kemudian... aku mendengarnya, lalu berbisik.
"Jangan tergesa gesa dalam menerbitkan karya."
Aku merinding. Dan jatuh.
Aku bangkit kembali. Memandangi foto itu. Tokoh di dalam foto itu bercerita banyak. Ia sepertinya fasih menjelaskan dirinya sendiri. Lalu, kudengarkan celotehnya.
"Dengar baik baik. Kau sudah sampai pada titik ini."Ia mulai bercerita.
Kuperbaiki cara dudukku, lalu kembali menatap mata tokoh yang sedang berada di depanku.
"Mengapa kau masih saja sibuk mengurus itu dan ini," katanya "padahal tujuan utamamu dalam kuliah belum kau tuntaskan."
Aku mendengar kata katanya. Tetapi seolah telingaku ingin kututup dengan rapat, serapat rapatnya. Namun, semua sudah terlanjur kudengar. Dan bekasnya masih tertinggal di hati kecilku. Aku tidak bisa membohongi hal itu.
Bukan hanya foto itu yang bicara seperti itu, Ayahku, saudaraku, teman sekelasku bahkan paling sedihnya kekasihku bilang: kalau dalam satu minggu ini kau belum juga mengerjakannya, kita putus!
***
Setelah bangun dari tidur, seperti biasa aku mencari laptopku. Membuka bagian atasnya dengan tangan kananku. Kuklik tombol ON. Seketika, aku kembali berada di dunia maya.
***
Tepat satu bulan yang lalu, ayahku menyuruh agar jaringan internet wifi dipasang di rumahku yang sekarang. Bukan untuk hal yang lain, kecuali membantu penyelesaian studi.
Aku sekarang berada di penghujung semester di strata satuku. Tetapi, tugas akhir yang bernama skripsi itu, belum juga selesai kutulis. Aku malah asyik memainkan jaringan wifi gratis di rumahku dengan santainya. Dan membuka hal hal yang menjauhkan konsentrasiku pada tugas utamaku berkuliah: selesai tepat waktu.
Aku memiliki blog. Lima blog. Ada blog pribadi, blog kelas, blog organisasi, blog kampus dan blog yang khusus menuliskan tentang kekesalanku pada segala hal. Dan semuanya kutulis dalam bentuk karya sastra: termasuk kekesalanku pada diri sendiri, tak luput di dalam blog itu.
Blog itulah yang senantiasa kuurus setiap hari. Kuberi makanan dengan tulisan tulisan. Dengan ide dan gagasan yang sebetulnya jauh dari bidang yang sedang kugeluti di kampus.
***
Aku memiliki kekasih. Hanya satu. Iya, aku tidak berbohong. Serius. Meski, memang jujur saja. aku sudah merasakan putus. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Emp... Berkali kali pokoknya. Dan itu membuatku menjadi kapok. Semua perempuan, hanya ingin dimengerti, hanya ingin diberi perhatian. Dan iya itu.
Hubungan yang sedang kujalani bersama dengan perempuan terakhir ini (aku mengharapkan itu) sudah menginjak lebih dari 365 hari. Dan bagi sebagian orang, waktu itu masih terbilang singkat. Bersamaan dengan itu, ada juga yang bilang itu sudah melewati batas. Karena orang terakhir ini tentulah membawa nama agama. Sedangkan saya punya pendirian sendiri, tidak mungkin di dunia ini, manusia dilahirkan begitu sempurna dari kecil dan semua perempuan atau lelaki masing masing memiliki bentuk perhatian yang kadarnya lebih dari keluarganya. Kalau kau belum mengerti, aku akan menyederhanakan kalimatku: kau tidak tahu kan, apa yang kubutuhkan dalam hidupku dan itu tak kumiliki sedari kecil? Aku harap kau mengerti dan meyakini bahwa setiap manusia diciptakan oleh Tuhan dengan atau dari "rahim" yang berbeda beda. Termasuk rahim yang kudapat dan yang ia peroleh.
***
Pekan lalu puisiku dimuat di surat kabar lokal. Dan pekan ini giliran opiniku yang dimuat di koran yang sama. Aku mendapat berbagai apresiasi dari kalangan dunia maya. Tapi, setelah aku kembali ke dua nyata, kupandangi karya karyaku. Sudah ada puluhan, tapi tak satupun yang menyinggung konsentrasi dari departemen yang sedang ku kuampu di perkuliahan. Padahal sekali lagi foto yang berada di depanku megusik dengan kata katanya.
"Ingat. Hei, ingatlah janji janji yang telah kau ikrarkan."
Aku memang pernah berjanji kalau aku akan menyelesaikan kuliah tepat waktu. Janji itu kucapkan pada ke dua orangtuaku, dan di telinga kekasihku.
Tetapi, entahlah... Aku sendiri tidak tahu apa masalah yang sedang kurasakan ini. Perasaan tidak tenang selalu menghantui. Dan pekerjaan yang kulakukan sehari hari hanya berputar putar pada satu rute yang tak pernah bertemu dengan titik akhir yang melegakan.
Setiap hari aku menulis puisi. Setiap pekan ada satu opini yang kubuat. Dan dalam tiga tahun belakangan, aku sudah membuat dua buku solo dan lebih dari lima buku antologi bersama. Karya karya yang kubuat sudah memenuhi seluruh surat kabar di kota yang saat ini kutinggali. Tapi, lagi lagi, kalimat yang pernah dikatakan oleh Ayahku kembali terngiang.
Kau itu mau jadi apa? Jurusanmu sekarang dengan yang kau jalani itu berbanding terbalik. Kau membaca buku, tapi bukan buku terkait jurusanmu. Kau menulis, tapi tidak menulis yang sesuai jurusanmu. Kau ini sebenarnya mau jadi apa sih?
***
Hingga setelah aku lelah memandangi foto di hadapanku, dan kugeser lenganku dari tuts laptop. Dan akhirnya kututup kembali atasan laptop dengan tangan kananku. Sebelum itu, aku tidak lupa menyimpan tulisanku yang telah kuketik pada sebuah blog yang berisi kekesalan pada diriku sendiri.(*)
http://u.moimg.net/ |
Comments
Post a Comment