Source: Antinomi.org |
Heru Joni Putra, menulis di status Facebooknya. Di statusnya itu saya tangkap bahwa orang orang di zaman ini dengan mudah menjadi pintar karena akses untuk menempuh bahan bacaan seperti tak ada sekat lagi. Menurut penulis buku Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa itu, kecerdasan hari ini bukanlah menjadi barang mewah yang mesti dicari.
Akan tetapi (saya melihat) sebagai bangsa yang mulai berkembang (dan kebanyakan penduduknya buta sejarah; termasuk saya, sehingga sangat mudah diadu domba oleh isu dan berita yang menyesatkan) sudah seharusnya menggalakkan edukasi tentang pentingnya "moral" dalam keterbukaan di dunia saat ini, maya terlebih lagi di dunia nyata.
Sepertinya kita memang belum siap dengan perkembangan teknologi yang dengan segala kepraktisannya mampu memberikan informasi mentah untuk segera dikonsumsi.
Ada beberapa hal saya kira, yang mesti kita perbaiki dan renungkan bersama. Saat ini rasa saling memercayai itu perlahan mulai hilang. Kita diajarkan untuk berhati hati pada orang orang baru yang belum kita kenal.
Selanjutnya, hari ini kejujuran dan keikhlasan menjadi sesuatu yang bernilai mahal. Terutama kejujuran. Poin inilah yang menjadi syarat mutlak di dunia kerja. Lalu apakah karena langkanya sifat kejujuran itu sehingga ia menjadi poin utama dan paling dibutuhkan? Tentu.
Semakin hari dunia makin canggih. Yang konvensional perlahan mulai dilindas oleh mesin raksasa berbentuk jaringan nirkabel. Pelan pelan, kita akan meninggalkan jauh sekali kehidupan "masa kecil" dan mulai beralih kepada kehidupan modern.
Siapkah kita menjadi pelopor yang memegang kendali?
Tak sanggup hanya dengan banyak baca buku. Tapi realistislah, ide dan gagasan yang mutakhir yang secara nyata bisa membantu mengeluarkan kita semua dari belenggu pembodohan orang orang di luar sana. Itu yang kita sama sama kembangkan. Saya sepakat dengan pihak yang telah bersedia menyiapkan akses pada masyarakat untuk membangkitkan kreativitasnya.
Akhirnya melalui tulisan singkat ini saya berkesimpulan:
Hari ini, bukan bacaan lagi yang menciptakan kita. Tapi kitalah yang menciptakan bahan dasar bacaan itu untuk dibaca oleh diri kita yang mudah lalai dan lupa sekaligus mengingatkan orang lain di sekitar kita kalau kita hadir.
Hadir memberi solusi. Bukan cuma sekadar menghadirkan buku buku hasil khayalan simpang siur semata yang tak mengubah orang banyak karena kebanyakan orang tak paham ketika membacanya. Bukan begitu?
Comments
Post a Comment