HARI ini, saya dan istri mendatangi sebuah acara aqiqahan di dekat rumah. Cukup jalan kaki ke tempat itu. Namanya saja dekat rumah, ya kan.
Sesampai di sana, kami langsung ambil makan lalu duduk sambil menyaksikan hiburan dari nyanyian suara elekton. Lagu yang dinyanyikan adalah dangdut, jenis lagu yang kurang kusenangi.
Setelah duduk selama 20 menit, dan menghabiskan makanan, serta pencuci mulut (sambil istriku mencoba kue Surabi, jenis kue campuran terigu dan kelapa yang baru dirasanya), kami lalu masuk ke rumah tuan rumah (memang sejak tadi kami duduk di kursi depan rumah, tempat tamu biasa duduk).
Di dalam rumah barulah kami menyalami si ibu bayi dengan amplop. Setelah itu saya dan istri (begitu pun semua orang yang datang), memperhatikan si bayi mungil itu.
Melihat pipinya yang tembem, dan gerak geriknya yang bebas menendang apa saja yang menghalanginya.
Sepulang di rumah, saya lalu berbaring di tempat tidur.
Di tempat tidur saya membayangkan jadi seperti bayi. Bebas berekspresi. Mau ini mau itu langsung dipenuhi. Jika menangis, seketika banyak orang yang mendekat, menyanyikan lagu yang seakan kumengerti padahal tidak, atau ibu mencoba menyusui, walau kadang saya tak mau.
Ketika sedang buang air, saya merasa gelisah, dan seketika ibu tahu akan hal itu. Ibu tahu harus berbuat apa. Orang orang senang melihatku, bahkan banyak di antara mereka yang seolah olah ingin membikinku tersenyum bahkan ketawa tapi saya merasa mereka kadangkala tidak lucu lucu amat. Garing.
Mereka senang menciumku. Bahkan ketika usiaku mulai menginjak satu tahun, mereka ingin agar aku membalas ciumannya. Mereka senang menggendongku, dan mengajakku main. Walau kadang, ada permainan yang kuinginkan, tapi belum bisa kumainkan, karena barangkali itu belum atau pun tidak cocok kumainkan
Menjadi anak kecil, saya bebas menjadi apa saja. Tak pernah terlintas sedikit pun masalah di dalam kepalaku. Saya merasa hidup ini sangat luas, dan semua orang sayang padaku.
Lalu saya terbangun dari tempat tidur.
Dan saya akhirnya sadar, saya bukan anak bayi, bukan pula si kecil yang banyak mau ini dan itu, yang bisa segera didapatkan seperti kebutuhan anak balita.
Saya sudah dewasa, dan masalah begitu banyak yang mengitari isi kepala. Banyak hal yang jadi tanggungjawab pribadi dan keluarga.
Namun dewasa mengajarkan bahwa ada banyak orang yang senang dan tak senang dengan kita. Ada yang tulus, ada yang cuma cari cari muka. Ada yang serius, ada juga yang menganggap tidak berguna.
Tapi hidup adalah hidup. Semua memang patut dijalani. Menjadi dewasa adalah proses. Sebab usia takkan berdusta di hadapan waktu.
Waktu mengajarkan hal ajaib yang pernah terjadi. Ada yang perlu diingat, ada yang memang pantas dilupakan. Meski kadang kita menyesal telah melupakan sesuatu yang rasanya amat penting.
Tapi tidakkah Tuhan menciptakan lupa pada diri manusia, agar ia tak sombong? Atau boleh jadi dengan adanya lupa itu justru akan membawa manusia dapat melakukan hal hal hebat di hari esok?
Tentu!
Terakhir, menjadi manusia dewasa sudah menjadi takdir yang harus tetap dijalani sebaik yang kita bisa. Berpikir imajinatif seperti bayi (atau anak kecil) memang perlu, agar hidup yang dijalani tidak serta merta jadi kaku, terlalu serius bisa menghalangi ide jenius.
Hidup ini memang indah, kawan:
Setelah ada kesusahan, datang kemudahan.
Setelah disambut kesedihan, terbit senyuman.
____
Sumber Gambar: littlebossworld.com
andai bisa selalu jadi anak - anak yah kak. menjadi orang dewasa tidak semenyenangkan yang diharapkan orang - orang. :D
ReplyDeletesaya jadi ingat filim kartun bayi-bayi. Terlihat mereka berangan-angan menjadi orang dewasa juga yang tidak dilarang ini itu
ReplyDeleteTapi yang ada sekarang memang, banyak orang dewasa yang kekanak-kanakan ataupun sebaliknya. Namanya juga pilihan, betul ndak kak? Selama mereka ndak nyenggol ya masa bodo.. hahahhaha
ReplyDeleteBetul sekali kak, menjadi dewasa menuntut kita untuk tangguh dalam mengatasi semua masalah yang ada.
ReplyDeleteKadang ingin kembali ke masa kecil lagi dimana di kepala hanya ada satu tujuan yaitu bermain terus biar bisa senang terus. Namun, yah kembali lagi dengan metamorfosislah kita bisa belajar hehe.
Enak memang kak jadi bayi :D makan disediadin nangis dikit diperhatiin, bahkn setiap gerak geriknya selalu menjadi hal yang ditunggu tunggu. Tapi kalau jadi kecil mulu kita ga akan kenal gimana dag dig dugnya saat gebetan nelfon eh 😆
ReplyDeletemungkin itulah mengapa Peterpan tak ingin menjadi org dewasa, tapi sayangnya siklus menjadi dewasa adalah suatu keharusan hehe...
ReplyDeleteWaktu kita kecil, pengen cepat gede. Gilaran udah gede, pengennya kembali jadi anak-anak, hehe..
ReplyDeleteYa seperti bayi yang masih suci. Semua perhatian senantiasa tertuju padanya hihi.
ReplyDeleteDewasa juga mengajarkan kita bahwa ada orang yang berteman hanya untuk memanfaatkan dan ada juga yang benar-benar tulus. Dewasa oh dewasa
ReplyDeleteLuar biasanya adalah, tidak peduli apapun ras di bayi, apa warna kulitnya, mereka tetap punya bahasa yang sama. Bahasa universal.
ReplyDeleteWaktu anak anak mau cepat jadi dewasa, pas dewasa eh mau langsung punya anak anak. Tapi calonnya belum siap.. Mohon do'a, kak.
ReplyDeleteHehe kurang senang dengan lagu dangdut yah. Kak ..
ReplyDeleteBdw kalau masih bayi ma, pasti banyak incar cewek2, dicium dan digendong ,apalagi kalau cute. .kalau sudah beranjak dewasa tidak lagi..
Jadi bayi emang enak banget ya emaknya yang rempong haha etapi klu suamiku sering juga saya panggil dia bayi - bayi besar maksud saya hehe.
ReplyDeleteHaha.. bayi bayi besar. Istilah yang oke..
DeleteMenjadi bayi memang menyenangkan. tapi ndak mungkin jadi bayi terus hahahah. nikmati saja semua proses kehidupan yang di jalani
ReplyDelete