"Jika kepulanganmu ke kampung halaman adalah hal baik untukmu, maka pulanglah, jangan tunggui aku yang tak jelas ini.Sebab keluargamu lebih membutuhkanmu daripada aku, meski aku selalu berdusta dalam hal seperti ini.
Sebab hanya dengan itu kau mengobati sepimu, saat aku belum sempat hadir merangkai cahaya, membalut sepi dengan sentuhan hangatnya cerita terbaru yang kusiapkan untuk kau dengar.
Jika kesepian merenggut batinmu, maka tulislah puisi indah atas namaku di dalam diarymu dan jangan ditahan air mata itu jika ia meronta ingin keluar.
Sebab sebaik-baik jarak adalah permainan pikiran. Kau bisa meminta pikiranmu untuk melukis rindu, sepi, keduanya atau tidak keduanya.
Kau seharusnya berterima kasih atas perpisahan sementara ini, karena antara kau dan aku sama-sama tak ditakdirkan untuk mengetahui apa maksud Tuhan di antaranya -yang kita berdua tahu- punya sifat (Yang) Maha Tahu.
Dan kelak pasti kauakan tahu rasanya saat kita disatukan kembali dalam sebuah pertemuan. Karena ketahuilah, sejatinya tak ada sebutan 'waktu menua', seperti mustahilnya ada kalimat 'rindu akan sirna karena waktu', apalagi ketidak-mungkinan adanya perasaan 'lelah penantianku karena kamu selalu memberi harapan palsu'."
Mamuju, 29 Juni 2016
Comments
Post a Comment