Skip to main content

Posts

Showing posts with the label pikir

Teori

Source: Quora Baru saja ketika saya sudah makan siang di sekitaran Jalan HM. Thamrin (dekat Jl. Bontolempangan, Makassar) seorang Ibu Tua beretnis China, mengeluarkan lembaran berjumlah Rp 15.000,- kepada tukang parkir, meski tidak diminta. *** Sebelumnya, saya menyaksikan sendiri dua orang wanita dari keluarga itu (saya lihat dua wanita dan seorang ibu di dalam mobil) turun memesan soto ayam di warung tempatku makan. Mereka rupanya makan siang di atas mobilnya. Tidak butuh waktu lama, sekitar 10 menit, terdengar suara perempuan dari dalam mobil yang sedang ter-parkir di belakangku.        "Mas, ini mangkuknya." Si penjual pun dengan sigap menuju mobil itu lalu menerima bayaran dari beberapa mangkuk soto ayam yang dipesan pembeli. Begitu setelah dibayar, dia memanggil salah seorang bapak tua yang kebetulan berdiri di belakang mobilnya. Lalu sang ibu mengeluarkan dua lembar uang, pecahan Rp 10.000,- dan Rp 5.000,-. Seketika seorang bapak itu menyodorkan tang

Hilang

Source: Antinomi.org Heru Joni Putra, menulis di status Facebooknya . Di statusnya itu saya tangkap bahwa orang orang di zaman ini dengan mudah menjadi pintar karena akses untuk menempuh bahan bacaan seperti tak ada sekat lagi. Menurut penulis buku Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa itu, kecerdasan hari ini bukanlah menjadi barang mewah yang mesti dicari.  Akan tetapi (saya melihat) sebagai bangsa yang mulai berkembang (dan kebanyakan penduduknya buta sejarah; termasuk saya, sehingga sangat mudah diadu domba oleh isu dan berita yang menyesatkan) sudah seharusnya menggalakkan edukasi tentang pentingnya "moral" dalam keterbukaan di dunia saat ini, maya terlebih lagi di dunia nyata. Sepertinya kita memang belum siap dengan perkembangan teknologi yang dengan segala kepraktisannya mampu memberikan informasi mentah untuk segera dikonsumsi.  Ada beberapa hal saya kira, yang mesti kita perbaiki dan renungkan bersama. Saat ini rasa saling memercayai itu p

Pelik

Saya melihat suatu hari kondisi kita semakin runyam dan sulit. Tekanan penuh tekanan mencabik cabik jiwa setiap manusia. Stress melanda hingga seakan tiap kelompok saling mencakar cakar sesama. Berteriak bagai orang gila. Dan tak ada tempat yang membuat tenang selain apa yang disebut hari akhir. *** Ketika jalan raya sudah dipenuhi kendaraan. Ruang ruang kosong di sekitar jalan tak lagi menampung manusia dan tumbuhan. Debu dan kotoran terbang ke sana ke mari tanpa permisi hanya menjadi pemandangan tiap hari. Bunyi klason tak pernah berhenti bersahutan, bagai suara terompet sangkakala pelan namun pasti menghancurkan gendang telinga. Kelahi dan tengkar menjadi sesuatu yang tak bisa ditolerir ketika kelakuan abai tak sengaja terjadi. Bahkan karena lupa atau saking tak adanya pilihan lain menjadi alasan yang pasti. Hingga emosi menyulut dan berakhir kebencian atau penyesalan satu dan lainnya. Lecet, saling melukai, robek, hancur, terselip, tabrak, meledak, air mata. Kita menjadi

Lapangan Bola Hari ini

Baru-baru ini saya mengedit video berdurasi tiga menit. Video yang menampilkan kemenakan sedang bermain bola di salah satu lapangan futsal yang ada di kota ini. Setelah videonya jadi, saya kemudian meng- upload nya ke Youtube. Judulnya Aimar & Naufal Futsal. Barangkali ada yang ingin membukanya, silakan.  Pada proses meng- upload itu, saya tak lupa memberikan catatan mengenai video itu yang isinya sedikit tentang kritikan saya pada lingkungan yang sudah banyak berubah. Untuk lebih jelasnya silakan buka Channel Youtube saya, dengan cara klik di sini.  Pilih video berjudul Aimar & Naufal Futsal. Sekian! Source :  jefrirendikaputra20.blogspot.com

Saya Suka Kata-Kata Ini

Kumpulan kata kata ini saya sudah posting di Facebook secara acak. Namun tak ada salahnya jika saya rangkum di sini. Kata kata ini adalah renungan terhadap peristiwa di sekitar yang seringkali terasa menyesakkan jika tak dituliskan. Selamat menelannya. Saya menuliskannya sebab saya suka kata kata ini! Source: https://conflictresearchgroupintl.com Tak mungkin ada cobaan kecuali untuk menguatkan. Semakin kuat iman, semakin ia banyak diam. Saya tak ingin jadi pendakwah. Saya lebih suka jdi pengarang. Krn pendakwah banyak, yang suka bicara, sedangkan pengarang tetap berbicara meskipun ia diam. Salah satu bentuk apresiasi kepada pengarang/penulis adalah dengan membeli bukunya. Banyak sekali gagasan yg datang seketika, tapi sia sia karena lupa dituliskan pada saat itu. Diamnya seseorang di dunia nyata belum tentu sama diamnya di dunia maya. Bekerja sebagai PNS sebenarnya cara terbaik menjadi pengikut pemerintah. Cara terbaik untuk merasakan sakit hati adalah dengan menjatuhka

Pesan dari tiga tokoh [Yudhistira ANM Massardi, Haji Rhoma Irama dan Gusdur]

#MomenPerubahan Sikatlah gigimu sebelum tidur  Ingatlah sajak sikat gigi Yudhistira ANM Massardi Tahun 1974. Bayarlah utangmu sebelum wafat  Ingatlah lagu bang Haji , jangan sampai terus "Gali Lobang tutup Lobang", pinjam uang bayar utang. Bacalah bukumu sebelum diambil ...  Ingatlah pesan Gusdur , "orang bodoh yang meminjam buku, tapi lebih bodoh yang mengembalikannya." Source  :  wewinorlearn.com

Keluarga Kata

Source: Pinterest Aku mau kata kata lahir dengan sendirinya, di rahim yang pekat lagi sunyi Bermandikan perih dan kecamuk jiwa sang ibu kata. Aku tahu, meski bapak kata tak akan menaruh dendam lama pada mantan, Sang ibu kata tak akan cemburu karena hadirnya anak kata membuktikan Kesyukuran paling luar biasa pada keluarga kata. Kelak, meski ada rahasia di antara bapak dan ibu kata yang tak diketahui anak kata, Anak kata akan selalu melahirkan kata kata dengan sendirinya walau tanpa diketahui Ayah dan ibunya. 2017

Wajar Saja, Hari Ini Aku Tak Menulis Puisi

Aku dipaksa menulis yang bukan Puisi hari ini. Setiap hari, aku mencoba meluangkan waktu duduk berjam jam di depan laptop. Memandangi buku buku, kadang membukanya. Tapi, tak mudah untuk menuliskan sebagian isinya untuk dipindahkan ke dalam tulisan di dalam laptop.  Aku selalu berpikir, kapan selesainya tulisan ini jika dilakukan dengan cara tidak fokus? Itulah perasaan yang selalu datang menghantui. Apalagi melihat beberapa teman sudah menyelesaikan tulisannya. Aku sedikit iri, sebenarnya. Masa' mereka bisa, aku tidak?! Maka, aku secara perlahan mencoba menyelesaikan halaman demi halaman saja. Tapi, sungguh aku tidak bisa! Aku kaku. Lebih tepatnya, malas. Aku selalu berpikir, dapat menyelesaikan tulisan itu seharian penuh atau rampung dalam sepekan, dengan catatan: terus menulis. Tapi, aku pun belum merealisasikannya. Nah, dalam kebingunganku ini. Yang (tentu saja) tidak penting bagimu, aku jadi tidak menulis Puisi, seperti biasanya. Kadang aku cuma membuka akun media sosial

Terjepit di Negeri Sendiri

Saya terlalu sedih jika harus percaya apa yang diberitakan media hari ini. Hanya membaca dari layar kaca dan dari secarik kertas koran, pikiran tiba tiba melambung jauh. Memikirkan negara yang sedang kacau. Karena telah dijadikan arena balap kuda. Mengukur kehebatan joki dalam menunggangi kuda. Negara adalah kuda. Dan negara lain adalah penonton yang menyaksikan langsung pertandingan pacu kuda ini. Saya tidak takut menulis jika itu adalah benar. Benar jika memang seorang Dahlan Iskan divonis penjara dua tahun. Sedang Gubernur (DKI) Jakarta, BTP, divonis satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan. Itu artinya BTP baru dihukum selama satu tahun kurungan jika dalam tempo dua tahun ini dia mengulangi kesalahannya (atau kembali melakukan kesalahan yang meresahkan masyarakat). Nah kalau dalam waktu dua tahun dia berbuat baik saja, tentu hukuman tak dapat dikenakan padanya.  Dalam hal ini sepertinya kita dapat membaca, ada oknum yang sengaja membumikan kasus kasus ya

Ibu dan Malam

Saya menulis ini bukan karena baru-baru ini masyarakat Indonesia merayakan hari ibu lalu mengucap kalimat itu di depan ibunya sambil menciumi lalu jepret. Berselfie ria. Saya tak akan mungkin melupakan jasa-jasa seorang ibu. Apalagi yang telah ia lakukan baru-baru ini. Tanggal 13-15 Desember 2016 ini, ia datang menjengukku. Saya tidak menyangka, ibu sangat perhatian. Meski harus izin dari mengajarnya demi untuk memenuhi undangan hati anaknya.  Hal yang tidak mungkin saya lupakan kemudian adalah ketika saya menjadi anak yang manja di depannya. Di depan kalimatnya yang membuat mataku berkaca-kaca. Saat hari lahirku 28 November silam, ia mengirimiku pesan singkat:  Selamat ultah anaku tersayang. Sungguh ucapan yang sangat tulus sekali dari seorang Ibu kepada anaknya yang harus ditinggal jauh karena sedang menuntut ilmu. Pun tak dapat kuhabis pikir, ketika ia datang menjengukku, ia melihat pakaian kotorku. Dan malam hari ia mesti bangun. Demi untuk mencucinya hingga pag

Kampus Satu Warna

Saya tak habis pikir mengapa ada kelompok. Ada yang bila, kita mesti memilih kelompok tertentu, karena ada siang ada malam. Kita harus punya satu warna supaya kita bisa kenal mana diri kita dari sekian warna yang ada.  Warna dalam perpolitikan sungguh sangat mengenyampingkan persatuan. Meski pun ada bersatu, tetapi itu mempersatukan golongannya semata, menyatukan satu warna dan membunuh warna lain. Ironisnya, meski tak memiliki kapasitas, tapi karena warna yang sama, maka mereka yang telah punya jabatan politik atau kekuasaan, bisa dengan seenaknya mengambil pemain dari warnanya meski pemain itu masih terlalu muda, alias tak memiliki kredibilitas di bidangnya. Warna di lingkungan kita akan terlihat dengan jelas ketika akan melangsungkan  pemilihan menjadi pemimpin atau ketua. Di bidang apa saja. Termasuk yang akan saya bahas secara ringkas di sini, adalah pemilihan pimpinan atau ketua-ketua di dalam kampus. Saya mengambil contoh di kampus x. Di sana, perpolitikan terlihat

Politik itu Bugil

Media saat ini telah bugil. Memperlihatkan kepada publik ketelanjangan politik. Setiap orang sekarang bisa tahu tentang seni pemerintahan beserta senjata yang dipakai para aktornya. Dan setiap orang pun sampai saat ini baik dari golongan pengusaha sampai ke tukang becak bisa berkata: "Politik itu busuk, kotor, najis." Berbeda dengan beberapa tahun silam, ketika awal tahun 2000-an, saya melihat dan membaca politik tidak begitu diumbar ke publik. Mereka yang di atas aman-aman saja memainkan lakonnya. Entah mereka menyalahgunakan wewenangnya atau tidak, masyarakat tak ambil pikir. Namun, yang terjadi sekarang sebaliknya. Masyarakat kecil seperti penjual ikan dan sayur pun ikut-ikutan berdiskusi terkait pemimpin negara. Bukan cuma diskusi tentang sepakbola, bahkan politik pun dikiranya sudah merasuki pertandingan sepak bola, olahraga yang banyak diminati kalangan banyak itu. Itu tak dipungkiri, bahwa memang benar demikian. Seharusnya pendidikan politik yang bersih dan b

Mengulang Waktu

Saya menulis catatan ini di blog ketika jam digital di hape saya berganti dari 23:59 menjadi 00:00 yang seketika itu pula berganti tanggal 27 Nov menjadi 28 November. Hari ini adalah hari di mana diriku yang dua pulu satu tahun yang lalu dilahirkan di dunia. Saya sungguh berterima kasih kepada siapa pun yang telah berjasa memberikan sumbangsih baik secara langsung atau pun tidak langsung. Baik yang dulu, sekarang atau nanti.  Saya mengkhususkan terima kasih itu kepada orangtua, yang tak pernah lelah menelepon anaknya setiap hari. Kepada Ibu yang selalu kurindukan wajahnya di sana. Dan ayah yang selalu kurindukan komentar-komentar atau ceramahnya yang membangun diri saya untuk melangkah lebih maju. Kepada adik-adik saya, yang selalu baik dan kadangkala nakal. Terima kasih. Telah jadi keluarga utuh hingga saat ini.  Saya memohon maaf lewat tulisan ini, jika saya punya salah di waktu yang silam. Punya utang yang belum terlunaskan atau mungkin punya janji yang belum atau tak akan

Kejutan yang Tertunda

Saya pantang tidur sebelum menulis, sama seperti pantang ke kampus sebelum rampung membaca dan/atau (sambil) menulis. Hari ini, adalah momen penting bagi diri saya. Dan saya mesti mengabadikannya lewat tulisan. Jika orang-orang sering mengabadikan harinya dengan foto atau sekadar selfie-selfie, maka saya lebih baik menulis, menulis dan menulis (seperti yang saya lakukan saat ini). Dengan lincah, memainkan jemari di atas tuts keyboard laptop.  *** Setelah menyelesaikan pekerjaan pagi, saya kemudian membaca koran lalu tak lama kemudian berangkat ke kampus. Kuliah. Saya terlambat. Lagi dan lagi. Akibatnya matakuliah pertama dari dosen yang baik hati, namanya Pak Dr Salam Siku, harus saya tinggalkan. Lalu melangkah ke matakuliah selanjutnya. Setelah itu, di siang hari saya mengisi acara di sekolah menulis di masjid kampus. Yang menghabiskan waktu saya hingga pukup 4 sore lewat. Kemudian, kulanjutkan kembali perjalanan menuju tempat yang di sana saya menemukan kehampaan dan me

Impian Jadi Kenyataan

Saya sekarang percaya bahwa mimpi yang dituliskan, akan jadi kenyataan. Dulu saya menulis di akun  medium.com  saya, terkait apa yang ingin saya lakukan di hari ini, bulan November 2016. Saya menuliskan catatan itu pada September 2015 lalu. Dan akhirnya sekarang saya yakin, bahwa apa yang dituliskan akan jadi kenyataan. Dan itu nyata pada hari ini. Screenshoot dari medium.com/@mgalangpratama Saat itu saya menulis seperti ini: Aku yakin, tepat pada pertengahan November 2016 mendatang (sebelum usiaku mencapai 21 tahun pada 28 November), aku akan “mengeluarkan” isi otakku ke depan mata manusia lain. Aku berusaha untuk meyakinkannya. Aku akan berkata seolah olah apa yang saya katakan, terlebih dulu telah kubuktikan pada diriku, sebelumnya. Dan hal itu terbuktikan, saya akhirnya dipercayakan untuk membawakan materi berjudul Quantum Reading and Writing di hadapan puluhan peserta sekolah menulis yang diadakan di kampus. Hal itu yang membuat saya kemudian berpikir bahwa sesuatu ya

Jarak Kematian

Terlalu dekat memang, jarak antara kelahiran dan kematian. Kebanyakan orang, hari wafatnya, tidak akan jauh dari hari kelahirannya. Itu yang saya baca beberapa hari ini. Di satu sisi, ada yang lahir, di sisi lain ada yang wafat. Depan rumah lahir manusia baru, tetangga sebelah kiri rumah, wafat hari ini. Source : http://previews.123rf.com/

Cerita dari Kampung Seberang

TANPA sengaja, orang tuanya telah mencabut nyawa anaknya sendiri. Awalnya ia mencabut harapannya, lalu terhapuslah semua cita cita anak itu. Termasuk cita cita orang tuanya yang seandainya itu tidak terjadi, orang tuanya mungkin akan bangga melihat anaknya tumbuh dewasa dengan toga terletak di kepala sang anak.

Kesederhanaan

Lubang Kata-- Banyak sekali hal sederhana yang semestinya harus ditulis. Seperti tidak sedikitnya kesederhanaan yang diucapkan dan dipermasalahkan akhir akhir ini. Hal sederhana menjadi perbincangan hangat di tengah tengah kita. Kita seolah menjadi jauh, merasa benar. Hingga sampai pada tahap menilai seseorang itu buruk dan tak bermoral. Padahal kesederhanaan-lah yang rupanya ditinggalkan. Ia serupa jabang bayi yang rela dibunuh oleh ibunya sendiri, bagi perempuan yang melakukan abortus. Hingga pada suatu saat, ketika simpulan simpulan telah terurai, dan masing masing manusia bertanya. Dan pertanyaannya itu membentur kepalanya sendiri. Pertanyaan silih berganti dari satu kepala ke kepala lain. Keluar dan masuk seolah tak menemukan rumah tuk pulang. Orang orang menjadikan dirinya asing. Cerminnya berada pada diri manusia lainnya. Kepercayaan diri sendiri seolah punah. Sehingga hal hal menjadi sulit dipercaya, semuanya seolah menjadi realitas palsu. Dan hal ini akan membuatnya

Perjalanan Sebuah Karya

Buah Tangan Pertama Akhir Agustus 2015 silam, naskah buku ini masuk ke Penerbit Garudhawaca, Yogyakarta, Dengan membayar biaya pra cetak sekitar 150 ribu rupiah, naskah ini mulai diproses, begitu kalimat pertama yang diungkapkan sang redaktur penerbit kepada saya baik melalui pesan di hp maupun lewat surel. September, Oktober, November, Desember.  Ya, baru di akhir bulan Desember 2015 saya mendapat kabar dari penerbit, kalau naskah buku saya sudah diterbitkan. Meski selama masa empat bulan menunggu saya sering mempertanyakan buku ini. Dan pihak redaksi hanya mengatakan, "sabar ya Mas, bukunya sedang proses," "Sabar Mas, banyak antrian cetak yang masuk, "Mas, mesin cetaknya rusak, harap sabar ya." Saya masih mengingat jelas kalimat dari sang redaktur. Akhirnya, selama menunggu, saya terus memperbaiki kualitas tulisan-tulisan saya, ya, dengan banyak menulis dan banyak membaca. Tiba tahun baru 2016. Setelah saya tanyakan ke pihak penerbit, kapa

Momen Menulis

Persoalan memang tak pernah lelah bertandang. Kadangkala satu hari harus kuisi dengan kekosongan dan hanya meninggalkan coretan. Saya biasa menyiasati untuk bisa menitipkan barang satu kalimat di tiap harinya yang mungkin bisa kukenang nanti. Ya, aku menulis hanya untuk mengabadikan setiap momen yang tak ingin pergi di tiap harinya. Pen

Saya

My photo
M. Galang Pratama
Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia
Anak dari Ibu yang Guru dan Ayah yang Petani dan penjual bunga.

Tayangan Blog